Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menilai sikap Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi terhadap komoditas sawit dari Indonesia sesungguhnya adalah bentuk dari politik perdagangan untuk memproteksi komoditas dari Eropa.

"Eropa mengeluarkan resolusi terhadap sawit Indonesia dan produk turunannya dengan tudingan masih memunculkan beberapa masalah, yakni deforestasi, korupsi, pekerja anak, serta pelanggaran HAM," kata Herman Khaeron pada diskusi "Embargo Sawit, Lawan Parlemen Eropa" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Herman menegaskan pembukaan lahan sawit di Indonesia dampaknya terhadap pembukaan lahan di dunia hanya sekitar 2,5 persen, adalah jumlah yang sangat kecil dan tidak signifikan.

Menurut dia, kalau di Eropa membuka lahan untuk perkebunan bunga matahari, kedelai, dan sebagainya, hal itu juga berdampak pada bidang lainnya, terutama berdampak pada lingkungan.

"Namun Parlemen Uni Eropa, tidak mau menjelaskan hal ini dan di sisi lain menuding pembukaan lahan sawit di Indonesia berdampak pada lingkungan," katanya.

Herman menilai, resolusi yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa terhadap sawit Indonesia adalah imbauan untuk tidak menggunakan palm oil dan produk turunannya termasuk biodiesel.

Sikap Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi, menurut dia, pada prinsipnya adalah perlindungan terhadap komuditas di Eropa seperti bunga matahari dan kedelai.

"Eropa menyadari kehadiran sawit di pasar dunia, memberikan tekanan berat terhadap efisiensi yang basisnya komuditas yang mereka hasilkan," katanya.

Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan, saat ini sudah ada pergeseran sumber energi dari minyak fosil ke minyak nabati, terutama biodiesel dari sawit yang ramah lingkungan.

Kehadiran biodiesel dari sawit ini, kata dia, menjadi ancaman besar bagi minyak bunga matahari yang dihasilkan Uni Eropa.

"Menurut saya, sikap embargo dari Perlemen Uni Eropa adalah konteks persaingan dagang yang ditarik-tarik ke politik dagang mereka," katanya.

Herman melihat, Uni Eropa hanya mencari-cari alasan kemudian ada "code of conduct" yang mereka keluarkan seolah-olah ini menjadi etika lingkungan yang melarang perdagangan sawit dari Indonesia.

Herman menegaskan. agar Indonesia berani mengambil langkah tegas terhadap embargo yang dilakukan Parlemen Uni Eropa terhadap produk sawit Indonesia.

"Kalau bicara strong point, Indonesia sebagai penyelenggara konferensi internasional perubahan lingkungan memiliki posisi hukum yang sangat kuat untuk berargumentasi," katanya.

(T.R024/I007)

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017