Jakarta (ANTARA) -
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi memuji sikap Ketua DPR RI Puan Maharani yang tidak ikut-ikutan konten "receh" ("snackable content") di media sosial.
 
"Apa yang dilakukan Puan dengan tidak tergoda ikut-ikutan cara instan dengan main konten receh di media sosial layak diapresiasi," kata Ari, di Jakarta, Senin.
 
Ari menilai konten receh sebenarnya tidak masalah jika hanya menjadi kemasan ("packaging") dari substansi kerja-kerja pejabat publik sebagai pertanggungjawaban mandat yang diberikan rakyat.

Baca juga: Puan Maharani ingatkan pentingnya mitigasi bencana
 
"Karena akun media sosial pejabat publik kan seharusnya memang menjadi bagian dari komunikasi publik itu sendiri. Kalau isinya konten receh melulu, pertanyaannya adalah fungsi pejabat publik itu membuat rakyat tertawa dengan konten receh atau melayani rakyat dengan kerja nyata?," ujarnya.
 
Konten receh di media sosial, katanya. memang efektif untuk meningkatkan popularitas sebuah merek ("brand"). Entah itu merek komersil atau tokoh sebagai merek politik yang ingin dipasarkan dalam kontestasi Pilpres 2024.
 
Menurut dia, "gimmick" dalam komunikasi perlu untuk mengemas substansi. Tapi yang dilihat sekarang banyak yang "gimmick" dan receh, tetapi tidak ada hubungan dengan substansi kerja mereka sebagai pejabat publik.

Baca juga: Puan dorong resiliensi bencana berpusat pada manusia
 
"Memang kalau pejabat jalan di trotoar berlagak seperti Ariel Noah itu substansi kerjanya di mana?. Makanya ketika Puan tidak ikut-ikutan main konten receh itu bagus sebagai pembeda," ujarnya.
 
Ari menilai pilihan Puan untuk tidak memainkan konten receh karena tugas dan tanggung jawabnya sebagai Ketua DPR tidaklah ringan, utamanya dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
 
Oleh karena itu, pilihan Puan untuk lebih menggunakan akun media sosialnya untuk menyampaikan progres dan hasil kerja-kerjanya kepada rakyat sudah tepat.

Baca juga: Ketua DPR jelaskan peran penting parlemen kurangi risiko bencana
 
"Seperti dalam pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang lalu, DPR kan jadinya diapresiasi karena Ketua DPR terus menyampaikan progres dan hasil kerja pembuatan UU yang ditunggu-tunggu untuk melindungi rakyat dari kekerasan seksual tersebut. Rakyat jadi tahu bahwa di balik pengesahan UU TPKS ada peran DPR yang besar," paparnya.
 
Dia meminta masyarakat untuk lebih kritis dalam mengonsumsi konten-konten media sosial pejabat publik yang seharusnya bekerja untuk melayani publik.
 
"Jangan sampai publik asyik tertawa karena konten receh pejabat, tapi lupa mempertanyakan progres dan hasil kerja pejabat tersebut. Karena kan rakyat ‘menggaji’ pejabat publik untuk melayani, bukan untuk komedi," kata Ari.
 
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022