Manado (ANTARA News) - Sekitar 70 persen dari total 788,69 ribu hektar luas hutan di Sulawesi Utara (Sulut) sudah dalam kategori rusak parah atau kritis.

Sebagian besar kerusakan hutan akibat pembalakan liar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, kata Ketua Komisi A bidang Hukum DPRD Sulut, Jemmy Lelet, usai membacakan kesimpulan hearing (dengar pendapat) dengan Pemerintah Propinsi (Pemprop) Sulut dan Polda, Kamis.

Selain pembalakan liar terhadap hutan, aksi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kian marak, termasuk Izin Pengelolaan Kayu (IPK) yang dikeluarkan pemerintah serta Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Menurutnya, hutan di Sulut sudah harus diselematkan, karena bisa berdampak buruk bagi kepentingan manusia hingga puluhan tahun mendatang.

Kasus bencana alam banjir dan longsor yang sering melanda Sulut, merupakan penyebab kerusakan hutan, katanya.

Perincian luas hutan di Sulut, diantaranya Hutan Produksi Konservasi (HPK) 14.643.49 hektare, Hutan Produksi (HP) 67.423.55 hektare, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 210.123.45 hektare.

Kemudian Hutan Lindung (HL) 175.958.53 hektare serta Hutan Suaka Alam (HSA) 320.543.15 hektare.

Kepala Dinas Kehutanan di Sulut, Rachmat Mokodongan, mengatakan, pihaknya terus menggalakan program penghijauan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).

Program GNRHL yang dilakukan sejak tahun 2005 hingga 2008, sudah sebanyak 27 juta pohon ditanam disejumlah titik lokasi guna mengantisipasi kerusakan lingkungan, katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009