Jakarta (ANTARA) - Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Johni Martha menyebut bahwa perjanjian perdagangan Indonesia-Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) merupakan perjanjian perdagangan dengan komitmen paling tinggi.

"IA-CEPA merupakan perjanjian perdagangan bilateral dengan komitmen yang paling tinggi saat ini. Terbukti dengan komitmen IA-CEPA adalah yang paling maju," kata Johni pada seminar web bertajuk "Understanding the Australian Business Environment", Selasa.

Hal tersebut, lanjut Johni, adalah karena perjanjian dagang itu lebih kepada pemanfaatan atau pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Johni memaparkan, cakupan IA CEPA meliputi perdagangan barang, perdagangan jasa, penanaman modal, dan kerja sama ekonomi.

IA CEPA disebut memberikan setidaknya empat manfaat bagi Indonesia. Pertama, kerja sama ekonomi tersebut membuka pasar perdagangan jasa dengan sendirinya. Kedua, IA-CEPA mendorong investasi perusahaan Australia di Indonesia dan juga sebaliknya. Ketiga, mendorong pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Terakhir, yakni membentuk economic power house.

"Poin tiga dan empat ini yang berbeda. Ada kesempatan pendidikan, ada magang, dan beberapa kesempatan lain bagi tenaga kerja Indonesia untuk dapat berkiprah lebih lagi di pasar Australia," ujar Johni.

Di sisi economic power house, lanjutnya, Indonesia sudah mulai mengarah ke sana dengan mendorong pergeseran pembentukan nilai tambah produk-produk Australia di Indonesia.

Adapun contoh konkret dari IA-CEPA yakni impor batu bara yang digunakan industri baja Indonesia, membuat industri baja berhasil menembus pasar ekspor ke Tiongkok dan beberapa negara lainnya.

Contoh lainnya adalah produk gandum Indonesia yang diimpor, diolah menjadi beberapa bentuk makanan dan diekspor ke pasar global.

Johni menambahkan, dunia baru saja keluar dari dampak pandemi COVID-19, di mana semua ekonomi dunia terdampak cukup berat.

Bahkan saat ini, ekonomi dunia bisa dikatakan menemukan konflik baru di Eropa Timur yang berdampak pada terancamnya pasokan pangan dan energi, di mana hal itu berdampak pada harga pangan dan energi dunia.

Namun demikian , terlepas dari situasi dan kondisi ekonomi politik global yang tidak terlalu kondusif tersebut, Indonesia boleh optimis karena pertumbuhan PDB bisa kembali positif di 3,7 persen.

Tahun ini, Indonesia Monetary Fund (IMF) memprediksi PDB Indonesia akan tumbuh 5,4-6 persen. Dan pada 2023, angkanya akan mencapai 6 persen.

"Proyeksi tersebut sejalan dengan pembangunan jangka menengah kita, RPJMN 2022-2024 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional 5,4-6 persen,"  kata Johni.

Hal itu merupakan tanda-tanda bahwa ekonomi Indonesia sama dengan kelas dunia. Hal itu diupayakan akan tercapai dengan mendorong peningkatan produktivitas, investasi, dan keberlanjutannya, serta peningkatan kualitas SDM.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022