Jakarta, (ANTARA News) - LSM Konservasi Alam Nusantara (Konus) menilai peralihan hutan heterogen atau hutan campuran menjadi homogen harus dihentikan untuk menyelamatkan satwa liar di Pulau Sumatera seperti gajah. "Peralihan hutan harus segera dihentikan agar tidak terus berulang gajah masuk ke kawasan pemukiman," kata Staf Networking LSM Konus, Heri Oktvinalis, kepada ANTARA, di Jakarta, Jumat (3/3). Menurut dia, penyebab lain satwa liar masuk ke kawasan pemukiman, tidak terlepas dari banyaknya praktik pembalakan hutan atau kayu dan penjarahan hutan yang cukup banyak di Pulau Sumatera hingga satwa liar kehilangan tempat tinggalnya dan kesulitan mendapatkan sumber makanan. Ia mengatakan ketika kawasan untuk mendapatkan sumber makanannya diubah fungsinya menjadi kawasan perkebunan, memaksa satwa itu turun ke kawasan pemukiman dan merusak lahan perkebunan milik penduduk. "Satwa yang turun ke kawasan pemukiman di Pulau Sumatera, bukan hanya gajah saja namun juga harimau. Dan kasus itu sudah berulang kali terjadi," katanya. Ia mengatakan kasus demikian terjadi juga di Pulau Jawa, seperti beberapa waktu lalu LSM Konus pernah mendapatkan macan kumbang yang masuk ke kampung di Tasikmalaya, dengan mencuri hewan ternak seperti kambing atau ayam akibat areal perburuannya sudah habis. Turunnya satwa liar macan kumbang ke kawasan pemukiman sering terjadi juga di kawasan pemukiman yang berada di sekitar kaki Gunung Gede-Pangrango. "Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk mengatasi satwa liar masuk ke kawasan pemukiman, tidak ada jalan lain dengan memperbaiki kawasan hutan," katanya. Sebelumnya, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau akan melakukan pengusiran terhadap gajah yang sering mengganggu masyarakat di Kelurahan Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau dalam sebulan terakhir. "Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan gajah Sumatera di Riau selain menghentikan konversi hutan. Kondisi gajah kini sangat kritis karena tidak lagi memiliki habitat," kata Koordinator Program Gajah Riau World Wide Fund for Nature (WWF) Nurcholis Fadli kepada ANTARA di Pekanbaru, Kamis. Habitat gajah yang dimaksudnya berupa hutan alam yang menjadi tempat tinggal hewan berbelalai ini yang kondisinya kini telah punah akibat izin konversi hutan yang mengubah hutan alam menjadi hutan produksi terbatas untuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Izin Pemanfaatan Kayu, areal perkebunan tanaman sejenis baik Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun perkebunan sawit dan pemukiman penduduk.(*)

Copyright © ANTARA 2006