Langkah Ganjar tampaknya tidak lagi 'mayar'. Salah langkah malah bisa ambyar.
Semarang (ANTARA) - Serangan dan sindiran kian gencar ditujukan kepada Ganjar Pranowo. Popularitas dan elektabilitasnya yang melambung seolah malah menjadi bumerang bagi Gubernur Jawa Tengah tersebut.

Dari berbagai sigi oleh lembaga survei berbeda, popularitas dan elektabilitas Ganjar memang sering berada di tiga besar, bersaing dengan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan atau Ridwan Kamil.

Memang terlalu dini untuk memastikan bahwa tiga atau empat sosok tersebut mampu mempertahankan dua variabel penting tersebut di puncak dalam sistem politik elektoral karena Pemilu 2024 masih 2 tahun lagi.

Banyak faktor yang bisa mengubah peta tersebut karena sejauh ini partai-partai besar belum menabalkan nama bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden pada Pemilu 2024. Wacana koalisi seperti ditunjukkan oleh Golkar, PPP, dan PAN masih terlalu rapuh untuk bisa mendapatkan kesepakatan mengusung sosok tertentu.

Oleh karena itu, isu koalisi partai untuk mengusung capres dan cawapres tidak terlalu menarik bagi publik, setidaknya bila dibandingkan dengan 3-4 sosok yang dalam beragam survei disebutkan memiliki popularitas dan elektabilitas menjulang.

Ganjar sebagai pejabat publik tentu memiliki privelege untuk senantiasa tampil di media arus utama. Namun, panggung terluas Ganjar sebenarnya jagat virtual. Pada zaman serbadigital dengan penetrasi media sosial yang nyaris nirbatas, Ganjar mampu memikat jutaan warganet.

Di akun Facebook, Ganjar memiliki hampir 1,6 juta pengikut, di Twitter, ayah satu anak ini punya 2,57 juta lebih followers, YouTube meraih 1,3 juta subscriber, sedangkan di Instagram memiliki sekitar 4,7 juta pengikut. Tidak semua pejabat pemerintah memiliki kemewahan berlimpahnya pengikut seperti itu.

Tentu ada hal unik atau nilai lebih sehingga dia bisa mengumpulkan jemaah di jagat virtual sebanyak itu. Kuncinya adalah konten. Benar kata pepatah bahwa konten adalah raja. Konten-konten yang disajikan akun Ganjar Pranowo memang lekat dengan keseharian publik, terutama masyarakat menengah bawah. Nuansa populismenya terasa kuat.

Sentuhan-sentuhan kecil, seperti menggendong bayi, menemui janda miskin yang rumahnya tak layak huni, hingga gojekan (bercanda) dengan anak baru gede (ABG) dan pedagang pasar atau PKL, dengan mudah menyentuh lalu membekas di hati warganet.

Bagi mereka, Ganjar adalah sosok yang peduli dengan wong cilik. Keramahannya memenuhi permintaan berfoto dari segala lapisan usia menjadi bola salju di jagat maya karena setelah itu mereka memamerkan hasil jepretan melalui masing-masing akun media sosialnya.

Namun, Ganjar juga bisa menampakkan sosok yang keras. Aksi gebrak meja dan marah-marah di jembatan timbang Kabupaten Batang dan di Kantor Samsat Kota Magelang beberapa tahun lalu, menunjukkan bagaimana seharusnya pemimpin bersikap tanpa kompromi ketika menemukan penyelewengan.

Semua aksi tersebut terekam, sebagian lagi viral. Pada era kegandrungan visual seperti sekarang ini, melakukan satu hal tanpa disertai dengan bukti gambar atau video, mungkin sesuatu yang naif. Itu juga berlaku bagi pejabat publik yang meyakini efektifnya teknologi informatika, terutama media sosial, untuk menyorot sepak terjang seseorang.

Ganjar tentu meyakini itu. Oleh karena itu, Ganjar yang bergabung di Instagram sejak 28 Oktober 2015 tersebut sudah mengunggah 5.695 konten (per 3 Juni 2022) atau rata-rata sekitar 2 unggahan per hari. Postingan tersebut jauh lebih banyak dibandingkan Anies Baswedan. Dengan 5,6 juta pengikut, akun centang biru Gubernur DKI Jakarta itu tercatat mengunggah 3.915 konten.

Karena rajin ngonten itulah yang memicu sebagian orang, termasuk internal petinggi PDI Perjuangan, menuduhnya lebih banyak main medsos daripada bekerja. Anggota DPR RI dari PDIP Trimedia Panjaitan mempertanyakan apa yang dilakukan Ganjar dalam kasus Wadas, rob, hingga kenaikan jumlah penduduk miskin di Jateng.

Ganjar juga disebutnya kemlinthi atau sok. Sebelumnya, Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng Bambang "Pacul" Wuryanto juga minta masyarakat tidak memilih pemimpin berdasarkan citra yang terbentuk di media sosial. Meski Bambang tidak menyebut nama, publik menganggap hal itu ditujukan kepada Ganjar.

Puan Maharani juga pernah menyampaikan sindiran yang juga dianggap ditujukan kepada Ganjar. Menurut Puan, pemimpin itu ada di lapangan, bukan di media sosial.

Banyak orang menuding bahwa aktivitas masif Ganjar di media sosial karena dia berambisi menjadi capres pada Pemilu 2024. Itu sebuah tudingan yang lugu karena puncak karier seorang politikus, ya, menjadi presiden.

Menanggapi tudingan bahwa dirinya ambisius nyapres, Ganjar menegaskan bahwa capres PDI Perjuangan itu sudah jelas, itu urusan Ketua Umum PDIP. "Saya tetap menghormati Bu Megawati," kata Ganjar, Kamis (2-6-2022).

Dengan menggembol popularitas dan elektabilitas tinggi, Ganjar sebenarnya berpotensi dipinang oleh partai-partai lain. Namun, berulang kali dia menegaskan bahwa dirinya kader banteng dan bersikap tegak lurus kepada Ketua Umum PDI Perjuangan.

Baca juga: Pengamat politik nilai Jokowi di Rakernas Projo restui Ganjar Pranowo

Baca juga: Ganjar enggan berspekulasi soal arahan Presiden Jokowi kepada relawan


Sinyal Nyata

Serangan atau sindiran bertubi-tubi dari internal petinggi PDI Perjuangan itu merupakan sinyal nyata agar Ganjar tidak terlalu agresif menumpuk popularitas, terutama melalui dari media sosial yang penetrasinya memang dahsyat.

Serangan itu juga sekaligus mengingatkan Ganjar untuk fokus menuntaskan tugasnya sebagai Gubernur Jawa Tengah. Masih banyak PR penting yang harus dikerjakan, mulai dari rob, kasus Wadas, hingga penduduk miskin yang malah bertambah.

Jumlah penduduk miskin di provinsi berpenduduk sekitar 35 juta jiwa ini pada tahun 2019 tercatat 3,743 juta orang, merangkak naik menjadi 3,981 juta pada tahun 2020, kemudian naik lagi menjadi 4,110 juta pada tahun 2021.

Pandemi COVID-19 tidaklah cukup untuk jadi dalih sebagai penyebab jumlah penduduk miskin naik karena pemerintah telah menyiapkan banyak program bantuan pangan, tunai, upah, hingga relaksasi pembayaran kredit.

Akan tetapi, di luar itu ada prestasi yang layak diapresiasi. Ganjar yang menjabat Gubernur sejak 2013 dinilai sukses membenahi birokrasi di lingkungan Pemprov Jateng. Jateng tercatat beberapa kali memperoleh penghargaan dari KPK. Selain itu, juga meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) 11 kali berturut-turut.

Dari capaian indeks pembangunan manusia (IPM), Jateng juga relatif baik selama 2 tahun terakhir ini. Pada tahun 2019, IPM Jateng tercatat 71,73, kemudian naik menjadi 71,87 pada tahun 2020, dan naik lagi menjadi 72,16 pada tahun 2021.

Akan tetapi, dalam setiap kontestasi politik, kekurangan dan kesalahan pada masa silam seseorang selalu menjadi amunisi, sedangkan prestasi adalah kelaziman. Apalagi, negara sudah membayar dan memberi semua fasilitas kepada pejabat untuk menjadikan kualitas hidup rakyat hari ini lebih baik ketimbang kemarin.

Apa pun, sindiran hingga serangan, terutama dari petinggi separtai, tidak mungkin diabaikan begitu saja oleh Ganjar bila memang serius maju sebagai capres. Rentetan opini ofensif belakangan ini, boleh jadi, juga bukan yang terakhir bagi Ganjar. Bakal muncul serangan-serangan baru seiring dengan kian dekatnya hajatan akbar pada tahun 2024.

Oleh karena itu, hari-hari mendatang, langkah Ganjar tampaknya tidak lagi mayar (bahasa Jawa: mudah). Salah langkah malah bisa ambyar.

Copyright © ANTARA 2022