Bogor (ANTARA) - Guru Besar Imunologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University Prof I Wayan Teguh Wibawan menyatakan bahwa penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit hewan berkuku genap yang mudah menular tapi tingkat kematiannya rendah.

“Tingkat kematian pada kasus ini di bawah lima persen. Penanganan dini dari penyakit ini akan memberikan tingkat kesembuhan yang tinggi. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk PMK adalah antibiotik, anti radang, dan vitamin untuk meningkatkan kekebalan tubuh,” kata I Wayan Teguh Wibawan pada sebuah webinar yang dikutip dari keterangan tertulis IPB University, Sabtu.

Menurut Wayan Teguh, kunci dari penanganan PMK di Indonesia adalah dengan mengendalikan lalu lintas ternak, penerapan biosekuriti yang ketat, serta pelaksanaan vaksinasi.

“Terdapat tujuh serotipe virus PMK yang ada di dunia dan yang paling banyak menginfeksi adalah serotype A dan O,” katanya.

Sementara itu, Drh Pebi Purwo Suseno dari Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Republik Indonesia, menyampaikan bahwa penyakit PMK yang menyerang ternak di Indonesia adalah serotype O.

“Sapi merupakan spesies indikator, yaitu hewan yang menunjukkan gejala sangat jelas. Babi merupakan 'amplifying host', yaitu inang yang dapat mempercepat replikasi dari virus PMK. Domba dan kambing merupakan hewan ternak yang tidak menunjukkan gejala klinis jelas,” tuturnya.

Beberapa prinsip pencegahan penularan penyakit PMK, kata dia, adalah mencegah kontak hewan peka seperti sapi, kerbau, domba, kambing, dan babi dengan virus PMK.

Menurut dia, upaya pencegahan penyakit PMK yang utama adalah biosekuriti. Hewan dapat ditransportasikan dengan dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan berwenang terlebih dahulu untuk mendapatkan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH).

“Daging yang berasal dari hewan penderita PMK yang tidak sengaja tersembelih aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan bagi manusia. Beberapa herbal dan jamu yang mampu meningkatkan kekebalan dapat diaplikasikan untuk menangani PMK,” imbuhnya.

Sementara itu, ramainya isu PMK pada hewan ternak terutama sapi, berdampak pada penjualan daging sapi menurun di sejumlah daerah.

Pedagang daging sapi di pasar tradisional Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, menyatakan omzet penjualan turun akibat informasi penularan PMK.

Menurut Adi, salah seorang pedagang daging sapi potong di Pasar Atas Baturaja, dia khawatir dengan adanya kasus penularan PMK berdampak pada omzet penjualan daging sapi menurun drastis.

Sebelum adanya wabah PMK, kata dia, sebelum ramainya kasus PMK, penjualan daging sapi bisa mencapai 50 Kg per hati, tapi paling banyak hanya 30 Kg per hari.

Persoalan yang sama juga terjadi di Kota Kediri, Jawa Timur, pedagang daging sapi di Pasar Pahing di kota tersebut mengeluhkan menurunnya penjualan setelah ramainya kasus PMK.

Seorang pedagang di Pasar Pahing, Kota Kediri, Sri Wahyuni, menyatakan, sejak ramainya kasus PMK penjualan daging sapi menurun sampai 50 persen.

Menurut dia, adanya kasus PMK membuat masyarakat berpikir dua kali untuk membeli daging sapi agak banyak.

Dia mengkhawatirkan jika kasus PMK tidak segera hilang maka penjualan daging sapi akan semakin sepi.

Baca juga: Pemkot Jaksel periksa seluruh penampungan hewan kurban antisipasi PMK
Baca juga: Sebanyak 250 sapi di Aceh Timur sembuh dari PMK
Baca juga: MUI membolehkan daging kurban didistribusikan dalam bentuk olahan

 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022