Bandarlampung (ANTARA News) - Gubernur Lampung Sjachroedin ZP di hadapan ribuan warga Mesuji dengan tegas mengingatkan bahwa Lampung jangan dibuat rusuh menyusul pemberitaan mengenai pembantaian massal yang dilaporkan oleh sekelompok orang kepada Komisi III DPR RI beberapa waktu lalu.

"Tidak ada itu pembantaian massal di Lampung yang dilaporkan sejumlah oknum ke DPR itu," kata dia, di Bandarlampung, Kamis.

Ia menyatakan kegeramannya terhadap oknum yang melaporkan adanya pembantaian massal tersebut karena mereka telah merusak citra Lampung terutama terkait investasi di daerah itu.

Menurutnya, mereka itu merupakan provokator sehingga perlu diperiksa oleh pihak berwenang.

Selain itu, oknum yang menjual lahan register 45 di Mesuji kepada warga juga harus ditangkap dan diadili karena itu merupakan tindakan ilegal.

Terkait bentrokan antara warga dengan petugas keamanan PT BSMI di Mesuji yang menyebabkan dua korban jiwa dan beberapa diantaranya luka-luka, Gubernur Lampung mengatakan, perlu adanya penyidikan insentif terhadap kasus tersebut.

Menurut dia, polisi pada saat itu tengah mengamankan aksi unjuk rasa ribuan warga terkait konflik lahan antara perusahaan dengan penduduk setempat. "Polisi juga rakyat biasa, mereka bertugas untuk menjaga keamanan dan jika warga anarkis, mereka dapat melakukan upaya pencegahan."

Ia dalam kesempatan itu meminta polisi bertindak tegas dan melakukan inventarisasi berapa banyak warga yang masuk kawasan register dengan cara membayar.

"Selidiki dan cari oknum yang memperjualbelikan kawasan register tersebut," jelasnya.

Disisi lain ia mengaku kecewa terhadap penyelesaian konflik agraria di Kabupaten Mesuji, Lampung.

"Untuk apa ada Bupati, untuk apa ada Gubernur, jika semua permasalah daerah penanganannya diambil alih Pemerintah Pusat," kata Sjachroedin ZP.

Menurut dia, pemerintah daerah sudah mencarikan solusi dengan program transmigrasi bagi sebagian warga yang menduduki lahan Register 45 Mesuji.

"Tapi kalau semua warga pendatang mengklaim lahan itu adalah milik pribadi, sementara itu merupakan lahan register, bagaimana mungkin pemerintah akan memberikan lahan pada penduduk yang tidak jelas asal usulnya," kata dia.

(T.A054)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012