Itulah kenapa sekarang ekosistem mangrove menjadi perhatian dunia
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar IPB University dan Kepala Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Prof. Rizaldi Boer menjelaskan bahwa ekosistem mangrove dan gambut sangat kaya akan kandungan karbon sehingga restorasi dan rehabilitasi keduanya akan berkontribusi dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor kehutanan dan lahan.

"Upaya konservasi dan perlindungan ekosistem gambut dan mangrove tersisa sangat penting dalam rangka pengendalian perubahan iklim dan layanan jasa lingkungan lainnya, " kata Rizaldi Boer dalam kuliah umum daring yang diikuti dari Jakarta, Jumat.

 Sementara pada gambut dan mangrove yang sudah dimanfaatkan atau terlantar direstorasi atau direhabilitasi kembali sehingga dapat menekan emisi yang terjadi dari ekosistem ini," kata Rizaldi Boer

Dia menjelaskan bahwa kedua ekosistem itu sangat kaya karbon dan jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan hati-hati akan berujung hilangnya cadangan karbon yang besar dan berdampak pada perubahan iklim.

Layanan jasa lingkungan mangrove dimulai dari sebagai penahan erosi pantai dan intrusi air laut, penghasil bahan bakar organik dan mata rantai utama jaringan, tempat bertelur hewan laut serta penyimpan cadangan karbon yang sangat tinggi dan penghasil oksigen.

Menurut pakar klimatologi itu, cadangan karbon mangrove yang ada di muara rata-rata mencapai lebih dari 1.000 ton karbon per hektare dan mangrove di laut sekitar 990 ton karbon per hektare. Cadangan itu lebih besar dari karbon di hutan primer yang berkisar 300 ton karbon per hektare.

"Itulah kenapa sekarang ini ekosistem mangrove menjadi perhatian dunia. Selama ini merupakan ekosistem yang kurang mendapat perhatian tapi ternyata perannya begitu besar," katanya dalam acara yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) itu.

Sementara ekosistem gambut, yang membentuknya membutuhkan jangka waktu yang panjang, memiliki kemampuan menyimpan air 13 kali bobotnya, pengendali banjir saat musim hujan dan penyedia cadangan air saat kemarau panjang.

Gambut juga menyimpan cadangan karbon yang sangat tinggi, dengan setiap kedalaman satu meter gambut memiliki kandungan 600 ton karbon per hektare.

Hilangnya semua tutupan gambut di Indonesia akibat pemanfaatan berpotensi menghasilkan emisi 81,4 gigaton CO2.

"Kalau seandainya ekosistemnya habis, dimanfaatkan secara tidak berkelanjutan, artinya kita melepaskan emisi ke atmosfer itu mencapai sekitar 81,4 gigaton CO2 dan ini setara dengan dua kali emisi gas rumah kaca dunia," demikian Rizaldi Boer.

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022