FARC merancang strategi lengkap untuk melawan masalah kekurangan keuangan akibat gempuran kepada sumber keuangan mereka terutama penjualan narkoba. Salah satu perintahnya adalah menjual ternak untuk mendapat lebih banyak sumber pemasukan.
Jakarta (ANTARA News) - Kendati penjualan narkoba sedang sepi, kelompok gerilyawan yang juga mafia narkoba di wilayah Amerika Selatan, Pasukan Revolusioner Bersenjata Kolombia (FARC), tidak kehilangan akal membiayai gerakannya dengan menjual hewan ternak curian.

Presiden Kolombia Juan Manuel Santos, Senin (16/1), mengatakan kelompok gerilyawan terbesar di Kolombia itu meningkatkan penjualan ternak curiannya untuk membiayai pemberontakan yang terlama di Amerika Selatan akibat menurunnya pendapatan dari pasar narkoba, demikian dikutip Kantor Berita Reuters, Senin waktu setempat.

Gerilyawan FARC di negara itu mengalami keterpurukan selama lebih dari 10 tahun akibat serangan militer --yang didukung Amerika serikat-- yang telah memberikan gempuran besar dan memotong penjualan kokain di salah satu negara penghasil narkoba terbesar di dunia itu.

"FARC merancang strategi lengkap untuk melawan masalah kekurangan keuangan akibat gempuran kepada sumber keuangan mereka terutama penjualan narkoba. Salah satu perintahnya adalah menjual ternak untuk mendapat lebih banyak sumber pemasukan," kata Santos.

FARC pada beberapa pekan terakhir telah berupaya menjual ternak yang dicuri dari kawasan lain Kolombia, kata Santos dalam pidatonya di provinsi selatan, Caqueta.

Gerilyawan itu selama beberapa dasawarsa telah membiayai gerakan mereka melalui pengelolaan produksi kokain dan telah membangun ikatan dengan geng narkoba di beberapa bagian negara tersebut.

Selain itu mereka juga berperang memperebutkan kekuasaan atas jalur utama persediaan di kawasan lain.

Miliaran dolar AS dalam setahun yang didapat dari penjualan kokain menjadi satu alasan utama mengapa perang di Kolombia telah berlanjut hampir selama lima dasawarsa dan sistem politiknya telah terguncang oleh skandal kolusi antara sejumlah pejabat dan gerombolan.

Santos menjadi penanggung jawab atas beberapa serangan sengit melawan FARC --sebelumnya dia menjabat menteri pertahanan kemudian Presiden Kolombia-- termasuk pembunuhan pemimpin FARC Alfonso Cano pada November.

Sejumlah serangan melawan FARC sejak 2002 telah melemahkan kemampuan gerilyawan untuk melaksanakan serangan terhadap prasarana ekonomi negara selain kondisi keamanan yang membaik telah membantu menarik miliaran dolar investasi luar negeri.

Namun sejumlah upaya Kolombia dalam meningkatkan keamanan telah menutupi secara mendalam isu-isu seperti pembagian tanah yang tidak proporsional, kemiskinan di pelosok, suburnya kejahatan gerombolan kriminal dan lemahnya institusi.

Santos telah menekan melalui rentang perubahan guna menghadang kerusakan ekonomi struktural yang mendesak dukungan bagi FARC seperti pengembalian tanah yang diambil oleh paramiliter sayap kanan dan gerilyawan kepada para petani terlantar.

Kendati FARC berada pada posisi terlemahnya dalam beberapa tahun, mereka masih dapat melakukan penyerangan serta pemboman.

Selain itu pada Jumat, polisi menduga gerilyawan memicu bom mobil di Catatumbo di Provinsi Norte de Santander, yang berada di sepanjang perbatasan dengan Venezuela di kawasan tempat Kepala FARC, yang baru diangkat, Timoleon Jimenez atau "Timochenko", diduga beroperasi.

Baik gerilyawan maupun pemerintah telah mengupayakan perdamaian namun Santos mengatakan gerilyawan Marxist pertama-tama harus berupaya mengambil jalan damai dengan membebaskan para sandera dan menghentikan penyerangan. Namun FARC menolak untuk menyerahkan senjata.

Sejumlah upaya perdamaian di Kolombia sejak 1980-an telah membawa berbagai kesuksesan seperti perpindahan sejumlah kelompok bersenjata yang ilegal namun demikian FARC terus menekan.

"Pemerintah tidak memiliki petunjuk atau pun demonstrasi pada saat ini yang dapat meyakinkan kami atas rencana baik pihak lain dalam mencapai persetujuan perdamaian," kata Santos yang menambahkan tindakan dari pasukan keamanan akan tetap kuat.

(B019/C003)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012