Pemogokan berkepanjangan oleh Solidaritas Kargo tidak lebih dari upaya memicu keributan secara ekstrem dengan menahan logistik nasional sebagai sandera,
Seoul (ANTARA) - Para sopir truk di Korea Selatan melanjutkan aksi mogok mereka untuk hari keenam pada Minggu, setelah perundingan dengan pemerintah gagal mencapai kesepakatan.

Aksi mogok untuk menuntut kenaikan upah itu telah melumpuhkan angkutan kargo di pusat industri dan pelabuhan utama Korsel.

Pejabat kementerian transportasi dan pemimpin serikat pekerja menggelar negosiasi putaran ketiga selama lebih 10 jam.

Para sopir diminta untuk kembali bekerja, tetapi kedua pihak gagal menyamakan perbedaan, kata pihak kementerian.

Baca juga: Raksasa truk Korsel Tata Daewoo masuk pasar Rusia

Seorang pengurus serikat mengaku tidak tahu apakan perundingan akan berlanjut.

Tanpa memberikan perincian, kementerian mengatakan pihaknya akan melanjutkan pembicaraan dengan serikat.

Seorang pemimpin serikat dari wilayah Busan mengatakan para ketua serikat lokal di 16 wilayah Korsel berkumpul pada Minggu untuk membahas langkah berikutnya.

Korsel adalah pemasok utama semikonduktor, ponsel cerdas, produk otomotif, baterai dan barang elektronik.

Aksi mogok itu telah menambah ketidakpastian pada rantai pasokan global yang terdampak oleh pembatasan ketat COVID-19 di China dan invasi Rusia di Ukraina.

Keterlambatan pengiriman di sektor semikonduktor, petrokimia dan otomotif mengancam ekspor andalan Korsel.

 Baca juga: 'Balas' uji coba Korut, Korsel dan AS luncurkan delapan rudal

Negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di Asia itu mencatat angka inflasi tertinggi dalam 14 tahun.

Sekitar 100 sopir truk anggota serikat berkumpul pada Minggu di depan gerbang utama pabrik Hyundai Motor di kota Ulsan untuk memprotes kenaikan harga bahan bakar dan menuntut jaminan upah minimum, kata seorang pengurus serikat.

Ratusan sopir lainnya akan bergabung pada Senin, kata dia.

Para sopir menuntut perpanjangan subsidi yang akan berakhir tahun ini. Perpanjangan itu menjamin upah minimum ketika terjadi kenaikan harga bahan bakar.

Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi mengatakan pihaknya merespons serikat dengan menjelaskan bahwa para pemilik kapal, pihak-pihak yang memiliki kepentingan, menuntut agar sistem tarif angkutan truk yang berlaku saat ini dicabut.

Pernyataan gabungan dari 31 asosiasi industri pada Minggu mendesak para sopir truk untuk mengakhiri aksi mogok mereka dan kembali bekerja, karena keterlambatan pasokan sudah meluas ke sektor semen, petrokimia, baja, otomotif dan komponen TI.

"Pemogokan berkepanjangan oleh Solidaritas Kargo tidak lebih dari upaya memicu keributan secara ekstrem dengan menahan logistik nasional sebagai sandera, bahkan ketika pemerintah mengatakan akan mencari solusi bagi pertumbuhan (ekonomi) yang inklusif lewat perundingan," tulis pernyataan itu.

Sekitar 40 orang yang terlibat dalam pemogokan telah ditangkap, beberapa di antaranya kemudian dilepaskan.

Aksi-aksi protes umumnya berlangsung damai, meskipun ada ketegangan di sejumlah lokasi.

Sekitar 6.600 sopir truk, atau 30 persen dari jumlah anggota serikat Solidaritas Pengemudi Truk Kargo, melakukan pemogokan pada Sabtu, kata kementerian.

Aksi itu menghentikan pengiriman barang di kompleks petrokimia di Ulsan dan memperlambat pengiriman baja ke POSCO, salah satu produsen baja terbesar di dunia.

Serikat pekerja mengatakan jumlah pemogok lebih banyak, tanpa menyebut sebuah angka, dan bahwa sopir truk non-serikat juga memilih untuk tidak bekerja.

Lalu lintas kontainer di pelabuhan Busan, yang menyumbang 80 persen secara nasional, telah anjlok sebesar dua pertiga dari level normal pada Jumat, kata seorang pejabat pemerintah.

Pelabuhan Incheon mencatat penurunan sebanyak 80 persen, sedangkan di pelabuhan Ulsan, pusat industri tempat sebagian besar pemogokan terjadi, lalu lintas kontainer telah berhenti sejak Selasa.

Sumber: Reuters

Baca juga: Penjualan mobil impor di Korsel turun 2,4 persen di tengah krisis chip
Baca juga: Korsel akan cabut syarat karantina bagi pengunjung yang tidak divaksin

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022