Washington (ANTARA News) - Peningkatan serangan oleh prajurit Afghanistan terhadap pasukan AS dan NATO di negara itu merupakan masalah sistematis dan tidak terjadi dalam insiden tertentu, menurut sebuah laporan rahasia koalisi yang dikutip The New York Times, Jumat.

Laporan itu menekankan bahwa pembunuhan-pembunuhan yang terjadi merupakan akibat dari sikap saling hina antara kedua pihak selama satu dasawarsa dan kebencian mendalam baik di kalangan sipil maupun militer, lapor AFP.

Dalam insiden terakhir, empat prajurit Prancis tewas dan sekitar 15 orang cedera Jumat ketika seorang prajurit pembangkang Afghanistan melepaskan tembakan ke arah mereka di sebuah pangkalan di Afghanistan timur.

Antara Mei 2007 dan Mei 2011, sedikitnya 58 personel AS dan NATO tewas dalam 26 serangan oleh prajurit dan polisi Afghanistan, kata laporan setebal 70 halaman itu, seperti diberitakan The Times.

Insiden-insiden itu mencakup peristiwa pada April 2011 ketika seorang kolonel Afghanistan membunuh delapan prajurit dan seorang kontraktor AS dengan menembak kepala mereka di markas pasukan itu.

Seorang juru bicara pasukan koalisi pimpinan AS di Kabul mengatakan, serangan-serangan oleh prajurit Afghanistan merupakan insiden tersendiri, dan ia tidak mau berkomentar mengenai laporan tersebut.

Laporan rahasia itu meremehkan peranan penyusup Taliban dalam insiden-insiden tersebut.

Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September.

Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012