Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI, Dewi Aryani,  mengatakan bahwa DPR RI selalu memberikan usulan solusi kepada Pemerintah terkait dengan energi dan migas, termasuk soal pembatasan bahan bakar minyak (BBM).

Dewi Aryani kepada ANTARA News di Jakarta, Sabtu, menyatakan dirinya tidak sependapat dengan pernyataan Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Widjajono Partowidagdo, yang terkesan menyalahkan DPR RI, khususnya Komisi VII DPR RI tentang pembatasan BBM. Pasalnya, selama ini rekan-rekannya di Komisi VII justru melakukan tugasnya dengan sangat intensif dalam bidang pengawasan.

Adapun tugasnya sebagai wakil rakyat adalah memperingatkan dan memberikan usulan solusi kepada Pemerintah. Dan, Pemerintah harus segera menjemput bola dan menghitung benar-benar bagaimana berbagai opsi itu dengan melihat semua aspek. "Ini kebijakan untuk negara, untuk rakyat, bukan untuk perusahaan atau perorangan dan kelompok," kata Dewi Aryani menegaskan.  

Menurut politikus dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu, kalau pemerintah tidak siap, jangan melempar isu ke publik tentang sebuah kebijakan yang belum jelas benefit-nya untuk rakyat. "Berikan opsi-opsinya pada DPR RI dan mari menghitung bersama. Kita bahas tuntas semua secara terbuka dan akuntabel," kata dia.

Ia menambahkan, pernyataan Wakil Menteri ESDM diberbagai media soal kebijakan pembatasan BBM yang membalikkan bahwa DPR RI yang tidak siap, amat menunjukkan diri sebagai pemerintahan 'boneka'.

"Tidak pernah siap mewujudkan kebijakan yang pas dengan kondisi sosial ekonomi dan politik dalam negeri, termasuk kelemahan dalam menyikapi terpaan pengaruh perkembangan global," sambung Dewi.

Pemerintah, lanjut dia, sudah sejak awal tahun 2011 membahas usulan soal kebijakan BBM, tetapi semua hanya wacana saja, yakni mulai program konversi, diversifikasi, hingga kepanikan terjadi dan mengusulkan melakukan pembatasan BBM.

"Seharusnya Kementerian ESDM melakukan tugasnya dengan tanpa melempar handuk (melempar masalah) kepada DPR RI," ujar anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan IX Jawa Tengah itu.

Komisi VII DPR RI sendiri sudah memberikan berbagai pertimbangan dari berbagai aspek soal pembatasan BBM tersebut. "Berbagai aspek risiko sudah kami beberkan. Silakan pemerintah melihat dan menganalisa dengan jernih," katanya.

Menurut dia, Pemerintah tidak hanya fokus kepada pengeluaran negara saja yang dibesar-besarkan, tetapi rakyat juga menunggu transparansi pemerintah soal pemasukan negara seperti apa, dari mana saja sumbernya dan juga peruntukannya selama ini untuk apa saja.

"Manfaat in and out keuangan negara tentu ending-nya semata-mata seharusnya untuk kepentingan mensejahterakan rakyat," kata Dewi.

Ia menilai Pemerintah belum menunjukkan pemahaman dan implementasi good governance yang menyeluruh. Kearifan Pemerintah, sambungnya, juga belum ditunjukkan selama ini. Bahkan, kecenderungan emosional lebih menonjol dari pemerintah dalam menghadapi tuntutan dan penolakan masyarakat. Sikap ini menunjukkan Pemerintah tak pernah siap sama sekali.

Menurut dia, skenario kebijakan energi yang seharusnya jadi payung semua tatanan kebijakan migas dan pertambangan hingga energi terbarukan saat ini menjadi makin krusial harus segera ditindaklanjuti.

"Hampir tiga tahun Dewan Energi Nasional (DEN) berdiri, harus segera menggelar prestasi kinerjanya, yaitu melahirkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang komprehensif dan mengutamakan pelaksanaan amanah UUD 45 Pasal 33 dan menjunjung tinggi kepentingan rakyat, bertujuan untuk menyejahterakan rakyat," pungkas Dewi.

(Zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2012