Kabul (ANTARA News/AFP) - Pertanyaan legendaris dari hari-hari terakhir perang Vietnam kembali bergaung di Afghanistan saat sekutu pimpinan Amerika Serikat (AS) bersiap menarik pasukan tempurnya.

Veteran perang Vietnam yang kemudian calon presiden AS, John Kerry, mengungkapkan pertanyaan itu di sidang Senat pada 1971, "Bagaimana Anda meminta seseorang menjadi yang terakhir mati di Vietnam?"

Empat puluh tahun kemudian, beberapa pejabat Barat secara pribadi menyatakan sudah saatnya mengemukakan pertanyaan sama tentang Afghanistan, mengingat keputusan berhenti bertempur pada 2014; menang, kalah, atau seri.

Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, dalam menghadapi pertarungan sulit di pemilihan umum tiga bulan mendatang, pada akhir pekan lalu memperingatkan bahwa dirinya mungkin menarik pasukan Prancis lebih awal setelah empat tentaranya ditembak mati di pangkalan mereka oleh seorang tentara Afghanistan.

Prancis memiliki sekitar 3.600 tentara di Afghanistan dalam sekitar 130.000 tentara asing memerangi pejuang Taliban selama satu dasawarsa. Penempatan mereka sangat tidak disukai oleh masyarakat Prancis.

Brigadir Jenderal Carsten Jacobson, kepala juru bicara Pasukan Bantuan Keamanan Asing (ISAF), pimpinan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afghanistan, menyatakan bahwa pertanyaan Kerry mungkin "setua peperangan".

Namun, dalam wawancara dengan kantor berita Prancis AFP, ia menyatakan, hal itu bahkan lebih cocok untuk kemelut tidak teratur, saat "semua tahu bahwa keputusan di Afghanistan tidak akan dicapai di medan perang".

Jacobson mempersoal perbandingan Vietnam dengan Afghanistan, tapi mengakui bahwa ada unsur pribadi, yang dapat dikatakan sedikit seperti Vietnam.

"Salah satu yang besar adalah bahwa kita tidak hanya orang Amerika Serikat, tapi gabungan 50 negara, yang memiliki tentara jauh dari rumah, yang tidak satu pun bisa mengatakan itu perang dengan yang benar-benar mengancam tnah air saya," katanya.

Tapi, ia menyatakan, satu perbedaan besar adalah bahwa Afganistan tidak membawa "ongkos moral" seperti Vietnam.

Sementara mengakui korban di kalangan rakyat oleh pasukan NATO di Afghanistan, ia menyatakan tidak ada beban moral seperti di Vietnam akibat napalm, senyawa oranye, karena berbagai hal tidak beres.

Tapi, ia mengakui bahwa sesuatu juga tidak beres di Afghanistan, seperti, kegagalan menindaklanjuti kemenangan cepat terhadap Taliban pada 2001 dengan pelatihan tentara Afghanistan, yang sekarang diutamakan, 10 tahun kemudian.

"Banyak orang menyatakan kesalahan dibuat dalam beberapa pertama tahun pertama, dan mungkin itu penilaian adil," kata Jacobson.

Kalimat kedua dalam pidato terkenal Kerry di Senat adalah, "Bagaimana Anda meminta orang menjadi yang terakhir mati untuk kesalahan?"

Pertanyaan menghantui pemakaman Inggris di Kabul, tempat tentara dari dua serbuan abad ke-19 terbaring di makam tertutup salju, tersembunyi di balik tembok bata-lumpur dan pintu kayu melengkung tinggi.

Tidak ada jejak kaki di salju halus itu. Hanya beberapa orang mengunjungi mereka, yang beberapa di antaranya tewas dalam bencana sekitar 170 tahun lalu.

Tapi, ada peringatan modern di dinding itu untuk penerus mereka dari Inggris, Kanada, Jerman dan negara lain NATO, yang tewas di tanah sama, jauh dari rumah.

Mayat mereka tidak ada, karena pada saat ini, tentara tewas dikirim pulang untuk upacara, tapi mereka tetap mati dan hampir sama terlupakan oleh orang Eropa dan AS yang lelah perang terpusat pada kesengsaraan keuangan mereka sendiri.

Saat ditanya apakah ia akan merasa kematiannya bermanfaat jika ia adalah yang terakhir tewas di Afghanistan saat pasukan tempur NATO ditarik keluar, Jacobson menyatakan, itu bukan pertanyaan bagi prajurit.

Ia mengemukakan, sebagian besar pasukan asing di Afghanistan adalah "sukarelawan", bukan wajib militer seperti di perang Vietnam, dan ia bilang "orang tua atau istri merekalah yang mengajukan pertanyaan itu".

Tapi, Letnan Kolonel Jimmie Cummings, yang ikut di wawancara itu, cepat menanggapinya.

"Semua itu kembali ke 11 September," katanya, mengacu pada serangan Alqaida terhadap New York dan Washington, yang menyebabkan serbuan ke Afghanistan dan penggulingan pemerintah Taliban pada akhir 2001
(Uu.B002/Z002)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2012