Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Rabu pagi belum bergerak nilainya atau stagnan di posisi Rp9.000 per dolar AS.

Managing Research Indosurya Asset Management, Reza Priyambada di Jakarta, Rabu mengatakan belum adanya kesepakatan utang antara Yunani dengan para krediturnya membuat pelaku pasar mengambil posisi menunggu.

"Pelaku pasar `wait and see` di tengah krisis utang Yunani yang belum mencapai kesepakatan sehingga rupiah belum bergerak nilainya," katanya.

Kondisi itu, lanjut dia, dapat membuat nilai tukar dalam negeri terhadap mata uang asing termasuk dolar AS akan kembali masuk tren pelemahan ("bearish").

Meski demikian, kata dia, Bank Indonesia (BI) masih akan menjaga nilai tukar lokal agar tidak terkoreksi terlalu dalam terhadap mata uang asing.

Analis pasar uang Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih menambahkan perhatian pelaku pasar uang kembali ke Yunani, investor saat ini tengah menanti hasil kesepakatan antara pemimpin Uni Eropa (UE) atas nama Yunani dengan krediturnya dalam rangka "write-off" (hapus utang) dan "debt swap" (pengalihan utang).

Ia mengemukakan untuk "write-off" kreditur diperkirakan hanya mau memberikan 30 persen dari permintaan 50 persen, tetapi selanjutnya sisa utangnya akan di tukarkan dengan paket utang baru dengan rata-rata imbal hasil sebesar empat persen, yaitu kupon sebesar 3,5 persen untuk utang dengan tenor delapan tahun (2020) dan empat persen untuk utang dengan tenor lebih dari 30 tahun.

"Usulan ini belum bisa diterima oleh kreditur Yunani menghadapi utang jatuh tempo per 20 Maret mendatang senilai 14,5 miliar Euro (setara 18,9 miliar dolar AS)," ujar dia.

Ia mengatakan, jika tidak dilakukan kedua kebijakan itu, Yunani menghadapi ancaman gagal bayar yang serius karena paket dana talangan yang disepakati dengan Dana Moneter Internasional (IMF) senilai 130 miliar Euro (setara 170 miliar dolar AS) juga akan tertahan.

"Ada keraguan kesepakatan ini bisa dicapai per 1 Februari mendatang," kata dia.
(KR-ZMF/A039)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2012