Purwokerto (ANTARA News) - Pakar otonomi daerah Ryaas Rasyid mengatakan, tidak perlu ada lagi perdebatan terkait keistimewaan Yogyakarta karena semua argumentasi sudah jelas dan masalah ini sampai sekarang merupakan sisa pengambilan keputusan.

"Tinggal di DPR saja. Fraksi-fraksi sudah memberi pandangan. Jadi menurut saya, tinggal pengambilan keputusan sehingga tidak perlu ada lagi perdebatan," kata dia usai Seminar Nasional "Otonomi Daerah Dalam Bingkai Demokratisasi dan Kesejahteraan Rakyat", di Graha Widyatama Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jateng, Rabu.

Ia mengatakan, kondisi saat ini persis seperti saat ia masih menjadi anggota DPR periode 2004-2009.

Jika menunggu semua sepakat, kata dia, tentunya akan "dead lock" atau menemui jalan buntu.

"Sebenarnya tidak ada `dead lock` dalam hal ini, karena semua sudah keluar (argumen), tinggal pengambilan keputusan. Kalau menurut saya, mengapa tidak voting," katanya.

Ia menduga hal ini terkait masalah koalisi karena di antara koalisi itu sendiri sering terjadi perbedaan pendapat sehingga menghindari voting.

"Dugaan saya seperti itu," jelasnya.

Terkait hal itu, dia mengatakan, apa yang menjadi keinginan anggota DPR itulah yang harus diikuti karena mereka yang membuat undang-undang.


Pilkada Aceh

Disinggung mengenai permasalahan di Aceh menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), Ryaas Rasyid mengatakan, memanasnya suasana di Aceh sebenarnya dibuat oleh peserta pilkada itu sendiri.

"Jadi menurut saya, pemerintah sebenarnya telah mengambil langkah supaya dibuka kembali pendaftaran dengan mengajukan `judicial review` ke MK (Mahkamah Konstitusi), dan telah disetujui," kata dia yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi.

Akan tetapi, kata dia, persoalan yang terjadi saat ini adalah jadwal, apakah tetap 16 Februari 2012 atau berubah.

Menurut dia, hal itu tergantung bagaimana Komite Independen Pemilihan (KIP) atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) melihat jadwal tersebut karena ada beberapa tahapan sehingga waktunya cukup atau kurang.

"Jadi ada konsekuensi akibat dari dibukanya kembali pendaftaran. Konsekuensi tentang urut-urutan dan waktu yang diperlukan untuk itu," katanya.

Sementara itu, kata dia, pihak yang baru mendaftar ini menginginkan supaya hari H pemungutan suara ditunda.

"Perkembangan terakhir, seluruh KPU (KIP) kabupaten/kota meminta ditunda sampai bulan April. Maka itu sebenarnya terpulang kembali kepada bagaimana KPU nasional menyikapi itu, karena soal penundaan ini bukan kewenangan pemerintah," katanya.

Ia mengatakan, hal itu merupakan otoritas KPU untuk menyikapi karena faktanya KPU kabupaten/kota menginginkan penundaan.

"Akan tetapi, semoga saya tidak keliru menerima informasi ini, ketua KIP provinsi tidak menginginkan adanya penundaan. Jadi di antara mereka sendiri, tidak ada kesepahaman," katanya.
(U.KR-SMT/E001)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012