Kota Gaza (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum Pusat Palestina mulai bekerja di Gaza, Rabu, setelah Hamas memberi organisasi itu akses ke kantor mereka, kata ketuanya.

"Kami memulai pekerjaan Rabu di kantor pusat komisi di Gaza setelah memperoleh akses ke kantor itu kemarin malam," kata ketua komisi itu Hisham Kuhail kepada AFP.

Sejauh ini kantor Komisi Pemilu Pusat (CEC) tertutup dan kunci dipegang oleh pejabat Hamas, yang berarti petugas pemilu tidak bisa memulai persiapan pemungutan suara yang dijadwalkan berlangsung pada Mei mendatang.

Menurut ketentuan perjanjian rekonsiliasi yang ditandatangani oleh Hamas dan kelompok Fatah pada Mei tahun lalu, pemilu parlemen dan presiden akan digelar dalam waktu satu tahun setelah perjanjian itu ditandatangani.

Namun, CEC perlu memperbarui data pemilih di Gaza, yang tidak dilakukan sejak pemilu terakhir pada 2006.

Komisi itu telah memperingatkan, mereka memerlukan waktu beberapa pekan untuk mempersiapkan kantor dan staf pelatih sebelum mereka memulai proses pendaftaran pemilih dan memperbarui dokumen.

Komisi itu juga tidak bisa memulai proses pendaftaran tanpa perintah resmi Presiden Mahmud Abbas, yang instruksinya biasanya dikeluarkan tiga bulan sebelum pelaksanaan pemilu.

Penundaan dalam pembukaan kantor CEC meningkatkan kekhawatiran bahwa masalah logistik akan membuat komisi itu tidak bisa melaksanakan pemilu pada Mei, seperti yang ditetapkan dalam perjanjian rekonsiliasi.

Hamas dan Fatah menandatangani sebuah perjanjian rekonsiliasi antara kedua pihak pada Mei lalu namun hingga kini belum melaksanakannya.

Perjanjian itu menetapkan pembentukan pemerintah sementara dari kalangan independen yang akan mempersiapkan pemilihan umum dalam waktu setahun.

Namun, perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan dan kedua pihak mempermasalahkan susunan pemerintah sementara dan siapa yang akan memimpinnya.

Kubu Abbas yang berkuasa di Tepi Barat mengusulkan pemilu pada Januari untuk mengatasi masalah itu.

Terakhir kali rakyat Palestina memberikan suara adalah dalam pemilihan umum parlemen pada 2006, dimana Hamas mencapai kemenangan besar.

Pemilu parlemen dan presiden telah dijadwalkan berlangsung pada Januari 2010 namun Pemerintah Palestina tidak melaksanakannya setelah Hamas menolak menyelenggarakan pemungutan suara di Gaza.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.

Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa empat tahun lalu.

Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza dua tahun lalu dengan dalih untuk menghentikan penembakan roket yang hampir setiap hari ke wilayah negara Yahudi tersebut.

Operasi "Cast Lead" Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza. Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu.

Proses perdamaian Timur Tengah macet sejak konflik itu, dan Jalur Gaza yang dikuasai Hamas masih tetap diblokade oleh Israel. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012