Yogyakarta (ANTARA News) - Sebanyak 34 tenaga kerja Indonesia di luar negeri terbebas dari hukuman mati pada 2011, kata Direktur Informasi dan Media Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Politik Kementerian Luar Negeri, PLE Priatna.

"Tenaga kerja Indonesia (TKI) sebanyak itu terdiri atas 12 orang di Malaysia, 10 orang di Arab Saudi, 10 orang di China, dan dua orang di Iran," katanya pada lokakarya "Isu-isu Internasional bagi Media Massa", di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, di antara TKI yang terbebas dari hukuman mati itu adalah Darsem yang dibebaskan melalui pembayaran uang diyat sebesar Rp4,7 miliar oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

"Namun, hingga Desember 2011 masih ada sebanyak 207 TKI di luar negeri yang terancam hukuman mati dan masih menjalani proses hukum," katanya.

Ia mengatakan, mereka tersebar di beberapa negara, yakni Arab Saudi sebanyak 45 orang, Malaysia (143), China (15), Iran (1), Singapura (2), dan Brunei Darussalam (1).

"Mereka terlibat berbagai kasus di antaranya pembunuhan, narkoba, sihir, kepemilikan senjata api, dan tindak asusila perzinahan," katanya.

Menurut dia, pemerintah berupaya maksimal untuk memberikan bantuan hukum dan akses kekonsuleran kepada seluruh TKI yang terancam hukuman mati tersebut.

"Pemerintah melalui perwakilan RI terus mengawal proses hukum dengan tujuan mendapatkan keringanan hukuman dan menghindari jatuhnya hukuman mati bagi mereka yang terlibat kriminal," katanya.

Ia mengatakan, upaya pemerintah tersebut juga dilakukan dengan pendekatan oleh pejabat tinggi negara mulai dari presiden, menteri hingga kepala perwakilan RI baik secara lisan maupun tertulis.

Namun, kata dia, dalam beberapa kasus di sejumlah negara, untuk mendapatkan akses kekonsuleran tidak mudah karena negara tersebut tidak mengikuti praktik internasional di mana setiap WNA yang bermasalah diinformasikan kepada kantor perwakilan pemerintahnya.

"Eksekusi hukuman mati Ruyati binti Satubi merupakan salah satu contohnya, meskipun sejak awal perwakilan RI telah mengawal proses hukumnya," kata Priatna.(ANT)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012