Pontianak (ANTARA News) - Keluarga Miftah Farid (24) korban penganiayaan oknum aparat TNI di Pontianak, Sabtu, meminta agar para pelaku diberikan sanksi hukuman pidana dan dipecat dari pekerjaannya.

"Mereka kan petugas, harusnya jadi pengayom bukan malah menganiaya warga yang tidak mampu," kata Agustina (34) saudara perempuan Miftah Farid, saat ditemui di lokasi kejadian, Jalan Sultan Hamid II (bukan Jl Tanjungpura, red) Kecamatan Pontianak Timur, Sabtu malam.

Keluarga korban meminta agar pelaku tersebut dihukum dan dipecat dari tempat kerjanya karena dinilai tidak bisa melindungi warga, justru memukul, memeras dan melakukan aksinya saat siang hari.

"Pecat saja mereka, tidak layak jadi anggota TNI dan proses hukum tetap berjalan. Kalau siang hari saja begitu, berarti sudah biasa," kata Agustina lagi.

Sebelumnya, sekitar pukul 15.30 WIB, kios bensin milik Miftah Farid yang berada di bawah jembatan Kapuas I, Jl Sultan Hamid II, didatangi oknum anggota TNI.

Dua oknum anggota TNI meminta paksa bensin yang dijual Farid untuk mengisi tangki motornya tanpa mau membayar.

Miftah Farid yang tinggal di Jalan Swadaya, Gang 18, No. 64, itu sudah berjualan bensin di kios tersebut lebih dari lima tahun, tidak bisa menerima kemauan kedua oknum aparat tersebut.

Namun ternyata, kedua oknum itu malah menganiaya Miftah Farid sehingga mengalami luka bocor di bagian belakang kepala.

"Ia (korban) dipukul dengan peralatan bengkel miliknya di bagian kepala belakang dan berdarah. Juga dipukul bagian badannya dan ditendang berulang kali," kata Agustina yang suara bernada emosi.

Menurut dia, jika tidak punya uang untuk membayar bensin, semestinya dapat meminta secara baik-baik tanpa harus menganiaya. Biasanya kios Miftah juga memberikan bensin kepada warga yang tidak memiliki uang yang meninggalkan surat tanda kendaraan bermotor (STNK), kartu tanda penduduk (KTP), ataupun barang yang dimiliki seperti jam tangan.

"Kadang-kadang ada warga yang tidak punya uang untuk beli bensin," katanya.

Saat ini korban penganiayaan tersebut telah dirawat di Rumah Sakit Umum Yarsi yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi kejadian.

Korban menyebut pelaku berjumlah lima orang, tetapi menurut oknum pelaku, pemukulan itu dilakukan hanya berdua.

Pelaku berinisial Nik dan Dik dengan pangkat Pratu, kemudian dibawa ke Detasemen Polisi Militer Kodam XII Tanjungpura, sekitar pukul 18.00 WIB.

Lokasi kejadian hanya berjarak sekitar 100 meter dari pos Polantas 9407. Seusai penganiayaan tersebut, dua pelaku dikurung warga yang marah di pos Polantas. Warga meminta pertanggungjawaban pelaku. Mereka baru dikeluarkan dari pos Polantas selepas Maghrib.

Karenanya, hingga sore, lalu lintas di kawasan tersebut macet. Banyak warga menyaksikan peristiwa itu. "Warga marah kepada pelaku karena perilaku yang tidak dapat diterima warga," kata Agustina lagi.

Juga telah ada kesepakatan tertulis di atas kertas bermaterai antara keluarga korban dan pimpinan kedua oknum TNI tersebut yang isinya tidak akan memperkeruh situasi keamanan dan kesediaan untuk membiayai perawatan kesehatan korban.

Sementara itu, M Ramli, orang tua Miftah, mengaku prihatin dengan kondisi anak keenam dari tujuh bersaudara tersebut. Dia menyatakan jika kondisinya tidak baik, maka anaknya akan dipindahkan ke Rumah Sakit Santo Antonius di Jalan Wahid Hasyim, Pontianak Kota.

Kepala Bidang Humas Polda Kalbar, Ajun Komisaris Besar (Pol) Mukson Munandar meminta warga untuk tenang dan menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada aparat hukum. "Warga harus tenang," katanya.

Situasi lalu lintas di sekitar lokasi kejadian, terutama di Jalan Tanjungpura - Pahlawan - Sultan Hamid II dan di Jembatan Kapuas I sempat macet total hingga pukul 19.00 WIB karena banyak warga berhenti dan menonton suasana di sekitar lokasi kejadian.

Polisi dengan kendaraan pengendali massa juga masih berada di lokasi tersebut. (N005/T011)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012