Jakarta (ANTARA News) - Mata uang rupiah pada awal pekan sore melemah 27 poin terhadap dolar AS dipicu dari masih kuatnya kekhawatiran pelaku pasar terhadap penanganan krisis utang di Yunani.

Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksi antarbank di Jakarta Senin sore bergerak melemah 27 poin ke posisi Rp8.987 dibanding sebelumnya Rp8.960 per dolar AS.

"Isu sentralnya masih dari Eropa yakni belum adanya hasil positif terhadap penanganan krisis utang Yunani sehingga rupiah kembali melemah terhadap dolar AS," kata analis valuta asing dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan, minimnya sentimen terhadap mata uang beresiko dapat membuat nilai tukar dalam negeri kembali melemah ke level Rp9.000 per dolar AS.

"Diperkirakan besok, Selasa (31/1), rupiah akan kembali melemah di kisaran Rp9.000 per dolar AS seiring masih minimnya sentimen positif dari eksternal maupun domestik," ujar dia.

Ia mengatakan, pelemahan nilai tukar dalam negeri juga dipicu dari aksi ambil untung (profit taking) pelaku pasar uang setelah pada pekan kemarin rupiah sempat mengalami peningkatan cukup signifikan.

"Pekan sebelumnya cukup banyak sentimen positif seperti meningkatnya kepercayan konsumer Jerman sehingga berdampak positif pada euro dan berimbas ke rupiah," ucap dia.

Managing Research Indosurya Asset Management, Reza Priyambada menambahkan, rupiah terkena aksi "profit taking" mengingat level rupiah diperkirakan menuju level Rp9.000 per dolar AS.

Selain itu, lanjut dia, melemahnya rupiah juga dipicu dari sentimen negatif Eropa setelah pemerintah Yunani belum mencapai kesepakatan soal "debt swap" dengan para kreditur swasta.

"Para kreditur masih menginginkan `yield` empat persen atau lebih rendah dari sebelumnya sebesar delapan persen, sedangkan Yunani dan Uni Eropa inginkan 3,5 persen," kata dia.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada, Senin (30/1) tercatat mata uang rupiah bergerak melemah ke posisi Rp8.985 dibanding sebelumnya di posisi Rp8.980.
(KR-ZMF/E008)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2012