Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus membuat sejumlah terobosan guna mempercepat pembebasan lahan yang dipeuntukkan bagi kepentingan pembangunan jalan tol. Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Syarifuddin Alambai usai menandatangani perjanjian kerja bersama tahun 2006-2008 dengan Serikat Pekerja Jasa Marga (SPJM) di Jakarta, Kamis mengatakan, terobosan tersebut di antaranya berupa pelimpahan kewenangan pembebasan lahan tol dari Menteri Pekerjaan Umum ke gubernur. "Setelah dilimpahkan, gubernur bisa membuat perda yang isinya tentang lokasi sekaligus NJOP (nilai jual obyek pajak) lahan yang akan dipakai jalan tol dan walikota atau bupati selanjutnya membentuk panitia pengadaan tanahnya," katanya. Dalam penandatanganan yang disaksikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno itu, Syarifuddin juga mengatakan, terobosan lain adalah kebebasan bagi investor memulai pembangunan jalan tol tanpa harus menunggu pembebasan lahan selesai 100 persen. Sebab, sesuai aturan yang berlaku sekarang, investor tol baru bisa membangun kalau pembebasan lahannya telah selesai 100 persen. "Pengalaman di lapangan menunjukkan macetnya pembebasan lahan hanya dikarenakan 1-2 orang saja. Sehingga, tidak selayaknya pembangunan terhenti karena segelintir orang," katanya. Menurut dia, kerugian akan lebih besar apabila jalan tol tidak dibangun dibanding jika pembangunannya dilakukan secara bertahap seiring pembebasan lahannya. Ia mencontohkan, tiga ruas yang saat ini akan dibangun Jasa Marga terpaksa tidak bisa dimulai, karena pembebasan lahannya masih nol persen. Ketiga ruas tersebut adalah Bogor Ring Road sepanjang empat km, Semarang-Bawen 23 km dan Gempol-Pandaan 34 km. Nilai investasi ketiga ruas tersebut mencapai Rp6,2 triliun. Padahal, lanjutnya, Jasa Marga telah merencanakan dapat memulai pembangunan ketiga ruas itu sejak Oktober tahun lalu. "Kami juga telah menyiapkan dana Rp560 miliar pada tahun pertama pembangunannya. Namun, belum bisa mulai karena pembebasan lahannya belum berjalan," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006