Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia aktif mencari solusi untuk krisis biaya hidup  atau "Cost of Living" yang tengah dihadapi dunia, diperparah oleh konflik Rusia-Ukraina lewat pertemuan Steering Committee Global Crisis Response Group (GCRG).

Dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu, Sekretaris kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso selaku Sherpa Global Crisis Response Group (GCRG) on Food, Energy and Finance bersama dengan Steering Committee Forum GCRG telah mengadakan pertemuan Steering Committee Meeting yang keempat secara virtual pada Jumat (24/6).

Pertemuan dipimpin oleh Deputi Sekretaris Jenderal PBB, Amina J. Mohammed yang juga sekaligus memimpin Steering Committee GCRG dan turut dihadiri oleh GCRG Task Team, serta Pimpinan dari 32 UN Agencies sebagai GCRG Steering Committee Members.

Pada pertemuan tersebut Steering Committee membahas implementasi dari Rekomendasi dari Brief No. 2 GCRG diantaranya upaya untuk stabilisasi pasar global, mengatasi ketidakpastian harga komoditas, serta upaya menanggulangi krisis Cost-of-Living.

Baca juga: Airlangga: pembangunan jalan tol dukung perekonomian Bengkulu

"Saat ini krisis global masih mendominasi berita utama di seluruh dunia, yang disebabkan oleh konflik Rusia-Ukraina," ujar Deputi Sekjen PBB Amina.

Ia menggarisbawahi bahwa sulit untuk menemukan solusi efektif khususnya pada krisis pangan dunia, tanpa paket kebijakan yang terintegrasi.

GCRG menyoroti pentingnya untuk membantu negara-negara yang terdampak untuk meningkatkan likuiditas dan ruang fiskal, guna mengamankan Neraca Pembayaran dan membantu membangun program perlindungan sosial yang kokoh untuk masyarakat rentan.

"Rekomendasi yang kami sampaikan untuk meningkatkan ruang fiskal dan memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat, antara lain mendorong Lembaga Keuangan Internasional untuk memberikan pembiayaan, dan memperluas cakupan negara penerima pembiayaan,” tegas Executive Secretary UN Economic Commission for Africa, mewakili UNCTAD Vera Songwe.

Selanjutnya, Penasihat Pembangunan Berkelanjutan PBB, David Nabarro mengusulkan tindakan yang perlu segera dilakukan untuk mengantisipasi krisis pangan, yaitu meningkatkan ketersediaan bahan pangan dan pupuk, mengintervensi upaya penurunan harga, mengintegrasikan kembali pasokan pangan dan pupuk dari Rusia dan Ukraina ke pasar dunia.
​​​​

Selain juga mencabut aksi pembatasan ekspor, melarang upaya penimbunan pasokan, meningkatkan akses petani ke benih, pupuk, dan input lainnya sekaligus mempertahankan transformasi sistem pangan yang sejalan dengan tujuan SDGs.

Tak hanya itu, Executive Secretary UNESCAP (UN Economic and Social Commission for Asia and the Pacific) Armida Alisjahbana menyinggung rencana Presiden RI untuk menghadiri G7 minggu depan dalam rangka menyelaraskan rekomendasi G20 dan GCRG.

Baca juga: Menko Perekonomian resmikan pengelolaan Bandara Hang Nadim

Armida menekankan pesan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bahwa Indonesia telah mencabut larangan ekspor minyak sawit dan beras dalam rangka membantu mitigasi krisis pangan global.

Terkait dengan kelangkaan gandum, Indonesia pun menyarankan alternatif berupa sagu dan barley. Indonesia juga telah menerima permintaan dari Jerman terkait pengadaan batu bara.

Adapun usai pertemuan ini, beberapa pertemuan penting yang akan membahas berbagai upaya penanganan krisis diantaranya, rencana Presiden Joko Widodo untuk mengikuti pertemuan G7 pada akhir Juni 2022 dengan tujuan untuk menyelaraskan isu dan rekomendasi forum G7, G20 dan GCRG.

Pada 13-14 Juli 2022 juga akan diselenggarakan G20 Finance Minister and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) yang akan dihadiri para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara anggota G20 dan juga akan dihadiri oleh Deputi Sekjen PBB.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022