Lebak (ANTARA) -
Wisatawan domestik dan mancanegara memadati Museum Multatuli Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, untuk mengetahui sejarah penindasan kehidupan masyarakat pribumi saat zaman Pemerintahan Kolonial Belanda yang tertuang dalam buku Max Havelaar karangan "Multatuli".
 
"Hari ini pengunjung wisatawan yang datang ke sini di atas 1.000 orang, " kata Kepala Museum Multatuli Rangkasbitung Kabupaten Lebak Ubaidillah Muktar di Lebak, Sabtu.
 
Melonjak pengunjung wisatawan karena pemerintah sudah melonggarkan kegiatan masyarakat menyusul kasus pandemi COVID-19 melandai.
 
Saat ini, wisatawan domestik dari berbagai daerah di Tanah Air dan kebanyakan datang bersama rombongan menggunakan angkutan bus dan kendaraan pribadi.

Baca juga: Alun-Alun Multatuli dipadati jamaah Shalat Id

Baca juga: Akademisi prihatin cagar budaya Multatuli di Lebak-Banten telantar
 
Selain itu juga terdapat wisatawan mancanegara dari Belanda dan Skotlandia.
 
Mereka umumnya wisatawan yang mengunjungi Museum Multatuli Rangkasbitung untuk memuaskan keinginan tahu di zaman Pemerintahan Kolonial Belanda.
 
Dimana tahun 1859, Eduard Douwes Dekker, seorang warga Belanda membela Indonesia dengan menulis buku yang berjudul Max Havelaar dan dalam buku itu Douwes Dekker menggunakan nama samaran "Multatuli".
 
Dalam buku "Max Havelaar” mengisahkan cerita berupa kritik atas kesewenang- wenangan Pemerintahan Kolonial Belanda pada masa penjajahan.
 
Karena itu, Museum Multatuli di sini lengkap diisi mulai perjalanan jalinan cerita tentang Batavus Droogstoppel, seorang pedagang kopi dan contoh yang tepat tentang seorang orang kaya yang kikir.
 
Cerita ini mengibaratkan orang Belanda mengeruk keuntungan dari warga pribumi yakni masyarakat Kabupaten Lebak diperas oleh bupati untuk membayar pajak dan tanam paksa.
 
Selain itu juga kisah tentang masyarakat lokal tentang kisah asmara Saidjah dan Adinda.
 
Selain itu juga komentar dan tulisan mengenai pengalaman Multatuli yang bekerja untuk Pemerintahan Hindia Belanda.
 
Pada bagian akhir buku ini, Multatuli menyampaikan permintaan secara sungguh-sungguh langsung kepada Raja William III untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang di atas daerah jajahan Belanda.
 
"Kita optimistis kunjungan wisatawan yang datang ke sini ditargetkan 30 ribu orang bisa terealisasi," katanya menjelaskan.
 
Sri (45) seorang koordinator wisatawan dari Gereja Bunda Maria Segala Bangsa Cileungsi Kabupaten Bogor mengatakan dirinya datang bersama 280 siswa yang juga jamaah gereja terdiri dari pelajar SD sampai SMA mengunjungi Museum Multatuli untuk menambah pengetahuan dan keimanan, dimana sejarah Max Havelaar itu adanya penindasan terhadap warga pribumi.
 
Perbuatan penindasan itu, tentu tidak boleh dilakukan oleh semua umat beragama.
 
"Kami intinya mengunjungi Museum Multatuli itu ingin memberi edukasi kepada jamaah para pelajar itu," katanya.
 
Sementara itu, Marco Van Veer warga Belanda dan Murrin warga Skotlandia mengatakan dirinya kali pertama mengunjungi Museum Multatuli di Kabupaten Lebak, Banten, dan cukup prihatin kisah buku Max Havelaar yang ditulis Multatuli tentang kerja paksa juga mengeruk harta kekayaan warga pribumi, termasuk pemerasan pajak.
 
"Kami berharap di tengah peradaban masyarakat yang maju secara global kini sudah tidak ada lagi penindasan, " kata Murrin.*
 

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022