Jangan sampai nanti berlebihan dan nanti menimbulkan kemudaratan, ada berbagai klasifikasi
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengambil langkah-langkah strategis sebagai mitra pemerintah agar dapat melindungi umat.

"Hari ini saya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan melakukan perbincangan agar program-program MUI terus hidup, baik yang menyangkut shadiqul hukumah (mitra pemerintah), supaya program kemitraan dengan pemerintah lebih diperjelas dalam aspek-aspek yang memang terkait dengan MUI, dan juga program yang disebut khadimul ummah (melayani umat)," kata Wapres Ma'ruf di gedung MUI Jakarta, Selasa.

Wapres Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI menghadiri Rapat Dewan Pimpinan MUI dengan sejumlah agenda.

"Supaya semangat MUI terus hidup dan program-program yang menyangkut kemitraan pemerintahan diperjelas dalam rangka menjaga umat, melindungi umat, menguatkan umat, menyatukan umat supaya mendorong MUI terus melakukan cara-cara lebih efektif lagi," tambah Ma'ruf.

Sejumlah hal yang dibicarakan dalam acara tersebut misalnya terkait strategi pemerintah mengatasi naiknya harga hewan kurban akibat merebaknya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di sejumlah daerah di Indonesia.

Baca juga: Ma'ruf Amin: Fatwa MUI tetap larang pernikahan beda agama

"Pemerintah akan melakukan langkah-langkah (mengatasi wabah PMK), selain vaksinasi juga memberikan ganti rugi kepada binatang yang mati supaya tidak banyak kerugian (peternak)," ungkap Ma'ruf.

Menurut Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta rata-rata pedagang menjual sapi kurban ukuran 250-300 kg dijual pada harga Rp17-20 juta per ekor atau meningkat dari penjualan tahun lalu yang hanya sebesar Rp14-16,5 juta untuk bobot sama.

"Kalau yang kurban itu, yang (bobot) ringan menurut fatwa MUI masih bisa. (Bila hewan) sudah tidak bisa dipakai, yang tidak dibolehkan jadi kurban maka tentu dari daerah-daerah yang tidak terkena PMK didatangkan pemerintah membantu supaya di tempat-tempat yang kekurangan bisa cukup dan berkaitan dengan harganya terus dicek pemerintah," ungkap Wapres.

Baca juga: MUI DIY: Jangan ragu berkurban dengan sapi asalkan sehat

Masalah lain misalnya terkait penggunaan ganja untuk alasan medis.

"MUI ada putusan bahwa memang ganja memang dilarang dalam arti membuat masalah, dalam Al Quran dilarang, masalah kesehatan itu sebagai pengecualian, MUI harus membuat fatwanya, fatwa baru membolehkannya," tambah Wapres.

Fatwa tersebut, menurut Ma'ruf, penting agar jangan sampai penggunaan ganja untuk alasan medis malah mendatangkan lebih banyak masalah.

"Jangan sampai nanti berlebihan dan nanti menimbulkan kemudaratan, ada berbagai klasifikasi," ungkap Wapres.

Baca juga: Sekjen GPK minta Polisi transparan dalam kasus Holywings

Isu selanjutnya adalah terkait putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama, padahal fatwa MUI menegaskan pelarangan soal pernikahan beda agama.

"Dari segi fatwa MUI tidak sejalan ya, tidak sejalan. Fatwanya sudah ada, waktu saya jadi ketua komisi fatwa, fatwanya sudah ada," tambah Ma'ruf.

Menurut Ma'ruf, nantinya komisi hukum MUI akan membahas langkah selanjutnya putusan pengadilan negeri Surabaya tersebut.

"Akan dibahas di MUI seperti apa di komisi hukum, karena fatwanya memang tidak boleh, nanti MUI akan buat (langkah hukum)," ungkap Ma'ruf.

Rapat tersebut dihadiri antara lain Wakil Ketua Umum MUI Basri Bermanda, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, Wakil Ketua Umum MUI Marsudi Syuhud, Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah Muhammad Cholil Nafis, Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, Ketua Baznas Noor Achmad, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Masykuri Abdillah dan sejumlah pejabat terkait lainnya.

Sementara Wapres didampingi oleh Staf Khusus Wapres Masykuri Abdillah, Masduki Baidlowi, dan Lukmanul Hakim serta Asisten Staf Khusus Wapres Sholahudin Al Aiyub.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022