Jakarta (ANTARA News) - Indonesia belum akan menerapkan safeguard terhadap impor tekstil dan produk tekstil (TPT) asal China meski terjadi peningkatan impor hingga mencapai 800 persen selama Januari hingga November 2005. "Yang meningkat 800 persen itu salah satu kategori TPT yaitu pakaian rajutan, T-shirt dan pakaian dalam. Tapi nilai absolutnya tidak besar, yaitu 1 juta dolar AS menjadi 9 juta dolar AS," kata Mari usai menghadiri diskusi tentang serbuan produk China ke Indonesia yang diselenggarakan oleh sebuah Radio Swasta di Jakarta, Sabtu. Menurut dia, peningkatan itu belum bisa memastikan diterapkannya "safeguard" atas TPT, seperti yang rencananya diajukan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). "Untuk bisa menerapkan safeguard harus dibandingkan dengan pangsa pasarnya di dalam negeri, apakah dia merebut pasar sehingga menyebabkan gejolak industri dalam negeri," katanya. Menurut Mari, pemerintah akan melakukan pendekatan dengan pemerintah China untuk membahas perkembangan peningkatan impor dan solusinya. "Kita akan kirim surat kepada pemerintah Cina yang memberitahukan apa yang menjadi perhatian kita mengenai perkembangan peningkatan impor dan apa yang bisa kita lakukan bersama," katanya. Setelah itu, kata Mari, baru kemudian akan ada pembicaraan antarmenteri. Proses pembuktian safeguard, lanjutnya, selain berdasarkan lonjakan impor legal juga harus dibutikan adanya gejolak akibat impor yang mengganggu pasar di dalam negeri. Selain proteksi terhadap perdagangan dalam negeri, produk dalam negeri juga harus ditingkatkan daya saingnya. Mari menjelaskan, saat ini peluang kebangkitan industri dalam negeri terutama sepatu dan pakaian jadi mulai terbuka. Pemerintah berencana melakukan pendekatan dengan calon investor utama untuk membangkitkan industri TPT dalam negeri. "Kita harapkan produsen dalam negeri juga dapat meningkatkan kualitasnya. Pemerintah telah melakukan pendekatan kepada sektor perbankan, seperti yang dilakukan Menperin kepada BI," kata dia. Sasaran investor untuk industri garmen, antara lain dari RRC, Taiwan dan Korea, sedangkan untuk sepatu dari Korea dan Taiwan. "Untuk garmen, yang kita harapkan justru produsen dalam negeri karena sebetulnya mereka berpotensi," katanya. Pekan lalu, Mendag, Menperin, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengadakan pertemuan untuk membahas persiapan pengajuan petisi safeguard terhadap TPT. Menurut API, sejak 2001 hingga pertengahan 2005 terdapat 347 perusahaan yang tutup dari 2.600 perusahaan yang ada. Dari 347 perusahaan yang tutup tersebut, sebanyak 30 di antaranya adalah pabrik tekstil dan sisanya garmen. Industri TPT pada periode yang sama telah melakukan PHK terhadap 67 ribu tenaga kerjanya dari total 1,218 juta tenaga kerja. Menteri Perindutrian Fahmi Idris menyebutkan, impor ilegal atas produk garmen pada 2005 mencapai 2,3 miliar dolar AS. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006