Jakarta (ANTARA) - Pakar dan praktisi memaparkan pentingnya pembayaran digital terintegrasi guna membantu pemulihan ekonomi, di samping mendongkrak kinerja bisnis, terutama di industri ritel nasional.

Hal itu mengemuka pada webinar Xendit dan SWA Media Group bertema Business Operations Enablement Through The use of Integrated Payment Solutions yang menghadirkan pembicara utama Kepala Grup Operasional Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Andiwiana Saptonarwanto dan profesor manajemen keuangan IPMI Business School Roy Sembel serta praktisi dari pelaku dan asosiasi.

"Selama dua tahun pandemi melanda Indonesia, akselerasi pembayaran digital di Indonesia, ini disebutkan oleh Gubernur BI, telah menjadi solusi untuk pemulihan ekonomi, mengapa bisa demikian? sebab lewat digitalisasi pembayaran ini aktivitas ekonomi kita tetap dapat berjalan meskipun mobilitas masyarakat sangat dibatasi," kata Group Chief Editor SWA Media Kemal E Gani dalam sambutannya seperti dikutip dari keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu.

Mengutip riset IDC, Kemal mengungkap pada tahun 2025 akan ada 125 juta pengguna baru e-wallet di Indonesia, yang menjadikan negeri ini sebagai negara pengguna e-wallet terbanyak di Asia Tenggara.

Kemal menilai sistem pembayaran digital akan membawa potensi bisnis yang besar bagi pelaku usaha, terutama ritel. Meskipun, lanjut dia, pebisnis harus tetap mengingat bahwa setiap daerah memiliki tingkat penetrasi internet, regulasi, dan preferensi yang berbeda-beda.

Sementara itu, Profesor Roy Sembel menyampaikan salah satu isu global yang menjadi perhatian dunia, selain isu lingkungan hidup, adalah isu digital inequality yang bisa dikurangi dengan sistem pembayaran digital.

"Saat ini dengan terjadinya perang Rusia-Ukraina dampaknya ke GDP dan inflasi negara-negara di dunia sangat terasa, untuk itu efisiensi makin dibutuhkan salah satunya dengan digitalisasi termasuk digitalisasi sistem pembayaran. Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi dari seluruh stakeholder untuk menangkap peluang ekonomi digital yg digerakkan oleh digital payment," katanya.

Kepala Grup Operasional BI Andiwiana Saptonarwanto menegaskan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah regulasi pendukung sistem transaksi keuangan elektronik atau digital untuk semua model bisnis.

Ia memaparkan strategi elektronifikasi transaksi keuangan BI telah mencakup 4 bidang penting yaitu elektronifikasi bantuan sosial, transaksi pemerintah, transportasi dan tol, serta ritel lainnya.

"Kedepan pemerintah sedang siapkan untuk bidang kesehatan, pariwisata, serta bidang layanan masyarakat lainnya," ujar Adiwiana.

Roy N Mandey selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pun melihat ada beberapa peluang yang bisa menjadi pendorong pertumbuhan pendapatan riteler dengan menggunakan pembayaran digital, antara lain memudahkan konsumen membeli secara kontekstual dimana mereka bisa mengatur kapan dan dimana membeli, mendorong konsumen belanja makin besar, dan loyalitas pelanggan.

Karena itulah Head of Business Development Xendit, Nor Meydia menilai pembayaran digital untuk bisnis menjadi kian penting. Apalagi, kata dia, Indonesia memiliki generasi milenial (25-34 tahun) yang literasi digitalnya sudah sangat baik dan menjadi penyumbang lebih dari 50 persen belanja online.

"Daya beli kelompok ini akan meningkat dalam dekade berikut," ujarnya.

Ia juga mengungkapkan digitalisasi sistem pembayaran akan meningkatkan value chain karena memungkinkan efisiensi serta kemudahan penyelesaian dan rekonsiliasi transaksi terutama bagi tim keuangan perusahaan.


Baca juga: Baznas Papua Barat gunakan platform digital dalam pembayaran zakat
Baca juga: BRI dorong 300 ribu UMKM gunakan QRIS di Pesta Rakyat Simpedes 2022
Baca juga: BI : Sistem pembayaran digital membuat proses ekonomi lebih baik

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022