Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Harryadin Mahardika menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk mendorong startup (perusahaan rintisan global) membuat pusat data di Indonesia dalam rangka menjaga tata kelola dan keamanan data nasional

"Indonesia perlu meminta startup global untuk membuat data center di Indonesia untuk menjamin privasi dan keamanan data WNI,” kata Harryadin Mahardika saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan, rencana aksi yang bisa diambil pemerintah untuk menjaga tata kelola data lintas negara ini antara lain dengan meminta perusahaan rintisan global membuat pusat data di Indonesia.

Apalagi, Kementerian Keuangan telah mendata bahwa pada tahun 2021, nilai transaksi e-commerce Indonesia mencapai Rp401,25 triliun. Jumlah tersebut diperkirakan bisa mencapai nilai ekonomi sebesar 146 miliar dolar AS pada tahun 2025.

Menurut dia, dengan besarnya nilai transaksi tersebut diikuti dengan lalu lintas data pelaku transaksi maka data-data yang terkait rawan penyalahgunaan dan pencurian serta kebocoran yang bisa dilakukan antarnegara sehingga untuk mencegah hal itu diperlukan tata kelola data lintas negara atau cross border data flow.

Lebih lanjut ia mengatakan Indonesia juga perlu mengadopsi standar protokol keamanan data misalnya dengan mengadopsi standar keamanan data negara-negara Eropa.

“Indonesia perlu mengadopsi standar protokol keamanan data misalnya standar Eropa dan meminta startup global dan nasional untuk mengadopsi protokol tersebut,” kata Harryadin.

Seperti diketahui, pemerintah sedang menyiapkan empat Pusat Data Nasional (PDN) untuk mendukung penerapan kebijakan berbasis data (data driven policy) dan pelayanan publik yang efisien, efektif dan transparan.

"Pemerintah akan membangun empat PDN berstandar global Tier- IV, Tingkat yang sangat tinggi untuk standar pusat data," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate meninjau pembangunan Pusat Data Nasional di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (24/6).

Pemerintah berencana membangun Pusat Data Nasional di Kawasan Deltamas Industrial Estate (Jabodetabek), Nongsa Digital Park Batam, Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur).

Pusat Data Nasional ini dibuat agar Indonesia bisa menerapkan tata kelola satu data. Dengan satu data, pemerintah bisa mengambil kebijakan berbasis data (data driven policy) sehingga aturan bisa lebih cepat dan akurat.

Johnny mengatakan sekarang pemerintah pusat dan daerah menggunakan lebih dari 2.700 pusat data. Dari jumlah tersebut, baru 3 persen yang menggunakan penyimpanan berbasis komputasi awan (cloud) sehingga banyak kendala dalam interoperabilitas data.

Baca juga: Sandiaga motivasi pelaku usaha ekraf pasarkan produk secara digital

Pewarta: Sandi Arizona
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022