Kepala DPKH Sinjai Burhanuddin dihubungi dari Makassar, Jumat, mengatakan jika pada tahun-tahun sebelumnya pengiriman mencapai 1.300 ekor, namun kali ini hanya sekitar 400 ekor menjelang Hari Raya Idul Adha.
"Stok sapi kita di Sinjai itu jumlahnya banyak, namun memang susah untuk didistribusikan keluar (terjual)," katanya.
Ia menjelaskan salah satu hal yang membuat penjualan mengalami penurunan tajam, karena para pedagang merasa lebih berat dengan aturan harus karantina selama 14 hari sebelum dikirim ke daerah tujuan di Kalimantan.
Baca juga: MUI Sulsel terbitkan rekomendasi antisipasi penularan PMK
Baca juga: Disnak Sulsel tutup akses pengiriman antisipasi penularan virus PMK
Para pedagang, kata dia, mengaku terbebani karena harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi selama karantina di Parepare dan Barru.
"Meskipun sampai saat ini tidak ditemukan kasus PMK di Sulsel, namun angka penjualan sapi ke Kalimantan tetap menurun karena masalah biaya karantina yang tinggi," ujarnya.
Ia menjelaskan, ada pedagang dari Sinjai bahkan harus mengalami kerugian yang begitu besar karena sapi miliknya yang sudah sampai di Nunukan harus dikembalikan ke Sinjai karena persoalan karantina.
"Jadi ada pedagang yang mengirimkan sapinya sebelum selesai karantina akhirnya harus menanggung rugi. Untuk daerah Nunukan memang tidak sama dengan jalur transportasi ke Kalimantan yang rutin, untuk Nunukan pengiriman terakhir itu 16 Juni 2022 lalu," katanya.*
Baca juga: Menko PMK dukung upaya memaksimalkan fungsi puskesmas
Baca juga: Di desa terisolasi Luwu Utara, Wagub Sulsel bantu kurban sapi
Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022