Jakarta (ANTARA) - Deru mesin pemintal benang yang modern, sangat terdengar jelas ketika memasuki ruang pembuatan benang yang akan dikirim untuk para pelanggan yang sudah setia berpuluh-puluh tahun.

Sebelum menjadi benang siap dipakai untuk berbagai keperluan dan akan dikirimkan ke pelanggan, ternyata hal itu memiliki proses yang begitu panjang.

Baca juga: DKI percayakan pembangunan pabrik minyak goreng kepada BUMD

Bahan baku yang didapat dari daerah Bandung, Jawa Barat ini akan diolah hingga menjadi sebuah benang dengan ukuran yang sudah disesuaikan dan juga menuruti kebutuhan para pelanggan.

Bermula dari benang tipis yang biasa digunakan para orang tua untuk menambal pakaian anak mereka yang bolong atau para penjahit pakaian untuk menyatukan bahan hingga menjadi satu pakaian, setidaknya memiliki tiga tahapan yang harus dilalui.
Seorang pegawai sedang mengawasi pemintalan benang dengan mesin modern milik pabrik PD Keran Jaya yang berlokasi di Ciledug, Tangerang, Senin (4/7/2022). (ANTARA/Chairul Rohman)

Proses pertama yang harus dilakukan adalah proses Pemalingan. Proses ini akan menyatukan beberapa benang yang nantinya akan dijadikan bahan benang dengan ukuran yang lebih besar dari sebelumnya.

Lalu, tahap kedua adalah proses Tior, proses kelanjutan dari Pemalingan yang sudah dirapikan dan nantinya akan dijadikan sebuah gulungan benang dengan cara tradisional dengan alat pemintal.

"Di sini ada tiga proses, yaitu Pemalingan ada di ruang dalam lalu setelah selesai nanti akan dibawa ke sini, baru kita Tior dan juga kita pintal sampai jadi gulungan benang," ungkap pegawai yang sudah bekerja di PD Keran Jaya selama 34 tahun, Fiandi, Senin.

Fiandi menyebut bahwa dirinya bisa mengerjakan benang sebanyak 25-30 kilogram dalam sehari. Alat yang digunakan adalah alat pemintal yang masih tradisional, yakni menggunakan kayu dan juga benang.

Berbeda dengan ruangan pada tahap awal yang sudah menggunakan mesin dinamo. Hal itu masih dilakukan guna menjaga tradisi yang sudah dilakukan oleh pemilik sejak pertama membangun pabrik tersebut.

Dalam area pabrik ini, memang terdapat ruangan yang berbeda. Ruangan pertama yang juga bersebelahan dengan ruang kantor adalah ruangan pemintal yang sudah menggunakan mesin modern.

Sedangkan ruangan yang berseberangan dengan ruangan kantor, masih menggunakan alat-alat yang tradisional yang dihuni oleh dua pekerja khusus yang sangat cekatan menggunakan benda tradisional tersebut.

"Kita gunakan alat yang memang masih tradisional dengan alat-alat yang kita maksimalkan, seperti roda sepeda," ucap kepala pabrik yang masih memiliki keturunan keluarga dari pemilik pertama, Syafruddin di lokasi yang sama.

Baca juga: Food Station: Tahapan pembangunan pabrik minyak goreng masih panjang

Jumlah produksi

Pabrik yang berada di tengah kampung kecil kawasan Ciledug, Kota Tangerang ternyata sudah berdiri sejak 1970-an hingga saat ini masih berdiri kokoh yang dikepalai oleh menantu dan juga anak-anak keturunannya.

Syafruddin yang dalam hal ini adalah menantu dari pemilik, mengaku sudah duduk di pabrik sejak 1999 hingga saat ini. Dia menilai pekerjanya bukan saja para pegawai tapi sudah seperti keluarga besar.

"Mereka merangkai benang, dari bahan dasar yang nantinya dijadikan tali dan merekalah yang memintal. Benang-benang nanti ada yang berukuran besar dan juga kecil sesuai permintaan," ucap dia.

Meski masih menggunakan alat tradisional, pabrik yang sudah berdiri kurang lebih 52 tahun ini sanggup menghasilkan kurang lebih 100 kilogram dalam satu hari pengerjaan.

"Kita produksi sehari biasanya itu 100 kg dan kita itu hitungannya bukan panjang tetapi kiloan," tegas dia.
Seorang pegawai sedang mengerjakan pemintalan benang dengan cara tradisional di pabrik PD Keran Jaya yang berlokasi di Ciledug, Tangerang, Senin (4/7/2022). (ANTARA/Chairul Rohman)
Benang-benang yang sudah siap saji ini nantinya akan dikirim ke berbagai daerah di Indonesia tidak hanya Jakarta, benang buatan dari PD Keran Jaya sudah beredar luas di wilayah Papua.

"Kalau kita sih, kita kirim hanya daerah-daerah di Indonesia saja. Benang kita banyak yang di Padang dan juga Papua," tutur dia.

Meski begitu, permintaan ekspor untuk benang olahan dapurnya tidak sedikit. Syafruddin masih enggan untuk mengirim benang-benang olahannya keluar negeri dan dia memberikan kesempatan kepada para pelanggan setianya untuk mengambil kesempatan tersebut.

"Kalau kita sih, biar saja para pelanggan kami yang bermain. kita tidak boleh serakah lah, bagi-bagi juga ke yang lain," tutur dia.

Baca juga: BUMD Agro Jabar-Jakarta bangun pabrik kemasan minyak goreng

Demi karyawan saat pandemi

Pandemi wabah virus corona memang banyak menyebabkan pabrik kecil bahkan besar terpaksa untuk mematikan mesin atau tidak produksi, hal itu juga turut dirasakan oleh pabrik yang fokus pada produksi benang.

Dia juga mengaku kesulitan untuk bergerak, ketika adanya pembatasan ruang gerak guna mencegah penyebaran COVID-19 lebih luas dan mengganas. Meski begitu, tidak ada satupun karyawan-karyawannya yang dipulangkan ke rumah.

Karyawan yang rata-rata sudah bekerja puluhan tahun ini sudah dianggap seperti keluarga besar untuk pabrik ini. Mereka memiliki peran besar dari kemajuan pabrik yang kini dikelola oleh generasi kedua.

"Kita juga sempat kewalahan, banyak pegawai yang khawatir tentang pekerjaannya. Saya pastikan tidak ada pengurangan dan juga akan membayar penuh hak-hak mereka setiap minggunya," ujar dia.
Seorang pegawai sedang mengepak benang yang sudah siap untuk dikirimkan ke seluruh pelanggan setia di pabrik PD Keran Jaya yang berlokasi di Ciledug, Tangerang, Senin (4/7/2022). (ANTARA/Chairul Rohman)

Memang, para pekerja di pabrik tersebut dibayar dalam jangka waktu mingguan. Dia juga menyatakan bahwa pabrik harus menggelontorkan dana kurang lebih Rp50 juta dalam satu minggunya, hal itu digunakan untuk membayar karyawan dan juga membeli bahan baku di pabriknya.

Sebagai contoh, Fiandi yang memiliki pengalaman kerja lebih dari 34 tahun mengaku betah dan juga tidak ingin berpindah ke tempat lain.

Dia sudah merasa sebagai bagian dari keluarga ini, dan memiliki tanggung jawab untuk membesarkan pabrik ini karena sudah mengenal dekat pemilik pertama.

Selain itu, pekerjaan yang ia geluti juga sudah sangat jarang digemari oleh kalangan muda. Sehingga, dia perlu menjaga tradisi ini.

“Ya saya juga sudah nyaman bekerja seperti ini dan juga pemilik pabrik sudah seperti keluarga, bukan hanya ke saya ke yang lain juga sama,” tutur Fiandi yang sambal menggulung benang untuk dibawa ke ruang pembungkusan.

Dalam kesempatan ini, pemilik berharap pabriknya akan terus eksis hingga masa ke masa dan juga akan terus bisa menghidupkan cara-cara pembuatan benang dengan alat-alat yang tradisional.

Baca juga: Food Station jajaki pabrik minyak goreng dengan Jabar dan Jateng

Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022