Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengkubuwono X menilai, Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. "Yang penting UU PA ini dapat menuntaskan masalah-masalah yang selama ini terjadi di Aceh. Saya berharap, UU ini akan mewarnai NKRI dan dapat menumbuhkan rasa damai di kalangan rakyat Aceh," kata Sultan dalam audensi dengan Pansus RUU-PA di DPR Jakarta, Senin. Dalam forum yang dipimpin Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ferry Mursidan Baldan itu, Sultan mendapat sejumlah pertanyaan dari anggota Pansus Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Permadi. Menurut Permadi, PDIP sendiri ingin memberikan konsesi pada Aceh dalam bentuk material, seperti penggunaan hasil Sumber Daya Alam (SDA) Aceh yang 100 persen untuk masyarakat setempat, dan kewajiban Pemerintah Pusat membangun kembali Aceh yang terhantam tsunami. "Tapi, apakah hal ini tidak menimbulkan iri bagi provinsi lain?" tanya Permadi. Sultan mengatakan, mungkin saja hal itu membuat iri provinsi lain. "Tapi, untuk saya, hal itu tidak membuat iri. Saya tak akan menuntut untuk mendapatkan yang diperoleh Aceh," kata Sultan. Sultan menambahkan, bantuan fisik bagi Aceh belum tentu menyelesaikan persoalan, karena ada aspek politik di masa lalu yang juga perlu dipecahkan secara tuntas. Sementara itu, anggota Pansus dari Aceh, Mochtar Azis, mengatakan bahwa boleh saja provinsi lain menuntut porsi seperti yang diterima Aceh dengan cara mencoba memberontak seperti yang dilakukan di Aceh. "Tapi, ingat, apakah daerah lain akan mampu digebuki Kopassus selama tiga puluh tahun?" kata Mochtar Azis. Mochtar juga meminta, Pemerintah Pusat tidak menjadikan Aceh seperti mainan, sebentar diberi otonomi khusus lalu kemudian ditarik kembali. Menanggapi komentar Mochtar, Sultan juga meminta pemerintah pusat maupun DPR untuk benar-benar menjalankan prinsip desentralisasi secara konsekwen jika memang ingin memakmurkan daerah-daerah. "Kenyataannya selama ini, pusat masih memotong kewenangan Gubernur dengan berbicara langsung pada dinas-dinas. Jadi, dinas ini masih seperti kanwil di masa lalu," demikian Sultan Hamengku Buwono X. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006