Tokyo (ANTARA) - Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) di Jepang turut berduka atas kepergian Mantan Perdana Menteri Shinzo Abe karena tewas ditembak saat berpidato di Nara, Jumat (8/7) dan mengenangnya sebagai sosok pemimpin yang peduli migran.

Siti (21), salah seorang WNI yang sudah dua tahun bekerja di Yokosuka, Kanagawa, mengaku sedih atas kepergian Abe.

“Terkejut, sedih sekali saat lihat berita Abe-san ditembak oleh orang tak dikenal. Beliau salah satu pemimpin Jepang yang luar biasa yang memimpin beberapa periode,” katanya saat ditemui di Festival Tanabata, Hiratsuka, Jumat.

Wanita berhijab itu mengaku kebijakan Abe tidak membedakan antara warga negara Jepang dan asing, terutama saat pandemi COVID-19.

“Kita sebagai pekerja asing pun merasakan dihargai di negeri orang, dikasih bantuan yang sama jumlahnya pula,” katanya.

Kebijakan Abe lainnya yang mendukung pekerja asing, yakni menghadirkan visa Tokutei Ginou dan menghapus visa Nanmin.

Visa Tokutei Ginou merupakan status visa atau izin tinggal bagi warga negara asing yang saat ini dikenal sebagai Visa Kerja Keahlian Khusus (SSW), artinya pemegang visa tersebut dapat bekerja di perusahaan Jepang dengan hak dan kewajiban sama dengan pekerja Jepang.

Sementara itu, Visa Namnin, yakni visa suaka yang biasanya diperuntukkan bagi mereka yang berasal dari negara-negara yang tengah mengalami gejolak politik, krisis, sentimen agama dan suku.

Hal sama juga dirasakan Laily (29) yang mengaku terbantu dengan kebijakan Abe, yakni bantuan langsung tunai senilai 100.000 yen (Rp13 juta) per orang bagi seluruh warga di Jepang tak terkecuali warga asing saat pandemi COVID-19 pada 2020.

“Sedih, kehilangan sosok yang baik sama pekerja asing,” ujar pekerja WNI yang sudah bermukim selama tujuh tahun di Jepang itu.

Senada, mahasiswa S3 Universitas Tokyo Ardhi Adhary Arbain juga mengaku kebijakan Abe saat COVID-19 itu sangat membantu.

“Yang paling terasa sih pas pandemi corona 2020. Waktu itu kita orang asing dapat bantuan 100.000 yen per anggota keluarga, disamakan dengan orang Jepang,” katanya.

Sementara itu, WNI di Tokyo Kuswan Wahju Murianto menyayangkan kepergian Abe karena pembunuhan. Baginya, kebijakan Abe cukup berpihak pada terutama negara-negara Asia.

Menurut dia, sejumlah program pertukaran pemuda antara warga Jepang dan ASEAN yang dikenal dengan nama Jenesys 2.0 dan Cool Japan merupakan kebijakan Abe yang sangat membawa dampak positif bagi Jepang dan negara-negara di Asia, terutama di bidang pendidikan dan pariwisata.

“Orang-orang Jepang saat ini bisa bekerja, terutama di musim panas boleh tanpa pakai dasi juga berkat kebijakan Cool Biz dan Warm Biz Abe. Walaupun Warm Biz tidak begitu sukses, tetapi Cool Biz sangat sukses da berhasil mengubah pola kerja di Jepang yang selama ini terlalu kaku, harus berjas dan berdasi,” kata warga yang sudah tinggal di Jepang selama lebih dari dua dekade itu.

Mantan PM Abe tertermbak saat sedang melakukan kampanye pemilihan Upper House, Nara, Jumat (8/7) sekitar pukul 11.00 waktu setempat (09.00 WIB). Abe langsung dilarikan ke rumah sakit dan diberitakan dalam kondisi kritis kemudian dinyatakan meninggal dunia.

Shinzo Abe merupakan salah satu politisi senior Jepang. Periode pertamanya sebagai PM Jepang adalah sejak 26 September 2006 hingga pengunduran dirinya pada 26 September 2017.

KBRI Tokyo memastikan tidak ada WNI yang terdampak di sekitar lokasi kejadian. Adapun jumlah WNI di Prefektur Nara menurut data imigrasi Jepang per Desember 2021 adalah 321 orang.

Baca juga: JK: Shinzo Abe pemimpin sangat baik dan sahabat Indonesia
Baca juga: Presiden Jokowi sampaikan belasungkawa atas wafatnya Shinzo Abe

 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022