Bendera Merah Putih raksasa sepanjang 76 meter sambut pengesahan RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan.
Jakarta (ANTARA) - Pada hari Kamis, 30 Juni 2022, membawa Indonesia tiba pada sejarah baru melalui pengesahan tiga rancangan undang-undang (RUU) terkait dengan tiga daerah otonomi baru di Papua.

Salah satu dari tiga daerah tersebut adalah Provinsi Papua Selatan.

Dalam rangka menyambut hari bersejarah itu, pada Kamis (30/6) sore, sejumlah elemen masyarakat melangkah bersama memadati Kantor Bupati Merauke.

Kabupaten Merauke yang ditetapkan sebagai wilayah kedudukan Ibu Kota Provinsi Papua Selatan itu berkesempatan menjadi saksi bisu ketika bendera Merah Putih raksasa sepanjang 76 meter dibentangkan oleh massa dalam rangka menyambut pengesahan RUU terkait dengan pembentukan Provinsi Papua Selatan.

Sebagaimana yang dituturkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Merauke Ruslan Ramli, kegiatan pembentangan bendera raksasa di halaman Kantor Bupati Merauke merupakan aksi spontan dari masyarakat sebagai ungkapan kegembiraan atas pembentukan Provinsi Papua Selatan yang telah mereka nanti-nantikan selama 20 tahun.

Seperti yang telah dicantumkan dalam draf RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, kehadiran Provinsi Papua Selatan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menata daerah tersebut agar pelayanan publik yang dihadirkan menjadi lebih optimal.

Melalui keberadaan Provinsi Papua Selatan, rentang kendali pemerintahan dapat diperpendek sehingga pelayanan publik yang diberikan akan menjadi lebih efisien dan efektif, sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Selanjutnya, hal tersebut diyakini pula dapat mendorong terjadinya percepatan perwujudan kesejahteraan masyarakat, penguatan daya saing daerah, dan pengukuhan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara lain ataupun negara tetangga.

Ke depannya, dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, Provinsi Papua Selatan memiliki sejumlah pekerjaan rumah, seperti melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana serta prasarana pemerintahan, pemberdayaan serta peningkatan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Profil DOB Provinsi Papua Tengah
Baca juga: Akademisi sebut lima poin DOB Papua sejahterakan masyarakat


Sejarah Papua Selatan

Pembentukan Provinsi Papua Selatan tentu tidak terjadi dengan begitu saja, seperti yang diungkapkan oleh salah satu tokoh masyarakat di Merauke sekaligus inisiator pembentukan Provinsi Papua Selatan Johanes Gluba Gebze.

Menurut Johanes, awal aspirasi pembentukan Provinsi Papua Selatan pertama kali dideklarasikan pada tahun 2002 dan kembali diajukan pada tahun 2020.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perjalanan pembentukan Papua Selatan demi mewujudkan Tanah Papua menjadi lebih maju ini bukanlah perjuangan membalikkan telapak tangan. Sebaliknya, perjalanan membentuk provinsi yang juga dikenal dengan nama wilayah adat Anim Ha ini memakan waktu sekitar 20 tahun.

Johanes pun menyampaikan wilayah Papua Selatan adalah daerah yang dirancang oleh Tuhan di rusuk selatan Tanah Papua. Tanah datar yang begitu luas itu dianugerahi kepada enam suku besar, yakni Marind, Muyu, Mandobo, Awyu, Mappi, dan Asmat. Mereka inilah yang menjadi pewaris wilayah Papua Selatan.

Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa di wilayah Papua Selatan, daerah tersebut dihuni oleh suku-suku yang bertahan hidup dengan berburu, meramu, dan berkebun. Lalu pada abad ke-19, bangsa Eropa mulai menjajah Pulau Papua. Mereka membelah wilayah tersebut dengan garis lurus yang menyebabkan bagian barat menjadi wilayah Nugini Belanda dan bagian timur menjadi wilayah Inggris.

Meskipun begitu, warga Marind yang dikenal sebagai pemburu kepala kerap melewati perbatasan tersebut sehingga pada tahun 1902, seperti yang dimuat pula dalam laman Wikipedia, Pemerintah Belanda mendirikan pos militer di ujung timur Papua Selatan.

Pos yang berada di sekitar Sungai Maro itu didirikan untuk memperkuat perbatasan dan memberantas tradisi berburu yang dilakukan oleh warga Marind. Di samping itu, Belanda juga menjadikannya sebagai tempat penyebaran agama Katolik yang ditujukan pula untuk menghentikan tradisi pemburuan kepala oleh warga Marind.

Lambat laun, pos tersebut menjadi makin ramai karena letaknya yang berada di Sungai Maro, pemerintah Belanda pun menamai wilayah tersebut dengan nama Merauke sekaligus ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Nugini Selatan. Orang-orang Jawa kemudian mulai berdatangan untuk membuka lahan persawahan di sana.

Seiring dengan berjalannya waktu, Belanda mendapatkan informasi mengenai keberadaan sebuah sungai yang lebih besar, yaitu Sungai Digul. Berdasarkan informasi tersebut, pemerintah Belanda bergerak cepat melakukan ekspedisi ke sana. Bahkan, pada tahun 1920-an, muncul ide dari Belanda untuk memanfaatkan pedalaman Papua sebagai kamp tahanan yang mereka beri nama Tanah Merah.

Sebagaimana yang dikisahkan oleh Johanes, dengan kata lain, wilayah Digul itu merupakan tempat para tokoh dan proklamator bangsa, seperti Sutan Sjahrir dan Moh. Hatta, dibuang oleh Belanda.

Singkat cerita, pada tahun 1960-an, pada saat Belanda sudah meninggalkan wilayah-wilayah tersebut, Tanah Merah pun makin ramai dan pada akhirnya menjadi Kabupaten Boven Digoel. Sekitar tahun 1960-an itu pula, seluruh Nugini Belanda berhasil dikuasai Indonesia dan wilayah Nugini Selatan diubah menjadi Kabupaten Merauke.

Berikutnya, pada tahun 2002, Kabupaten Merauke dimekarkan menjadi empat kabupaten, yakni Kabupaten Merauke sebagai kabupaten induk, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Asmat. Pada tahun 2022, seluruh wilayah tersebut dipersatukan menjadi Provinsi Papua Selatan.

Baca juga: DOB, antara asa Papua dengan realitas Kaltara
Baca juga: KPU belum masukkan DOB di Rancangan PKPU tahapan pendaftaran parpol


Cakupan Wilayah

Secara lebih perinci, drat RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan juga mengatur cakupan wilayah provinsi tersebut.

Pemerintah bersama DPR RI telah menetapkan bahwa Provinsi Papua Selatan mencakup empat kabupaten, yakni Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Asmat. Selanjutnya, disepakati pula bahwa Ibu Kota Provinsi Papua Selatan berkedudukan di Kabupaten Merauke.

Dengan total wilayah yang mencakup empat kabupaten tersebut, sebagaimana data yang dihimpun dari laman papua.go.id, luas Provinsi Papua Selatan mencapai 127.280 kilometer persegi.

Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun dari laman Badan Pusat Statistik Provinsi Papua, jumlah penduduk Provinsi Papua Selatan yang merupakan gabungan dari seluruh penduduk di empat kabupaten tersebut pada tahun 2021 mencapai 517.623 jiwa.

Adapun batas daerah Provinsi Papua Selatan meliputi sejumlah wilayah, yakni sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Lalu, sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua Nugini, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mimika dan Laut Aru.

Dengan beragam latar belakang masyarakatnya, Papua Selatan akan memiliki sejumlah bahasa yang dapat digunakan oleh masyarakatnya. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, ada pula bahasa Asmat, Mandobo, Auyu, Wambon, Muyu, bahkan Jawa.

Melalui pembentukannya, Provinsi Papua Selatan pun berwenang mengelola sumber daya alam di laut daerah tersebut dan tata cara penarikan garis batas kewenangan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kerangka Pemerintahan

Lalu berkenaan dengan kerangka pemerintahan, selain adanya gubernur sebagai penyelenggara pemerintahan yang memimpin segala kewenangan di tingkat provinsi serta bupati/wali kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota, ada pula lembaga legislatif yang akan menyeimbangkan kendali kekuasaan di Papua Selatan.

Mereka adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Selatan dan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan. DPR Papua Selatan adalah lembaga perwakilan daerah provinsi yang berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Papua Selatan.

Sementara itu, MRP Provinsi Papua Selatan adalah representasi kultural orang asli Papua yang memiliki wewenang tertentu dalam melindungi hak-hak dasar orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Provinsi Papua Selatan juga memiliki otonomi khusus, yaitu kewenangan khusus yang diakui dan diberikan oleh pemerintah pusat kepada Provinsi Papua dan provinsi-provinsi yang berada di wilayah Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar masyarakat Papua, seperti yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Ke depannya, dalam waktu dekat, seperti yang telah dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Pemerintah segera membentuk pemerintahan tiga provinsi baru di Papua, termasuk Papua Selatan, dan mengatur keterisian wakil rakyat di sana.

Semoga segala niat baik, seperti keinginan untuk memajukan Papua, mewujudkan pemerataan pembangunan, mempercepat pelayanan publik, kesejahteraan masyarakat, dan mengangkat harkat derajat orang asli Papua, yang melandasi terbentuknya Provinsi Papua Selatan dan dua provinsi lainnya itu, dapat tercapai secara utuh.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022