Jakarta (ANTARA News) - Koperasi Primer Susu (KPS) di Jawa Barat tidak perlu membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) susu terutang sebesar Rp283 miliar sejak tahun 2001 atas penjualan susu dari koperasi ke Industri Pengolahan Susu (IPS) karena sudah terbayar melalui biaya penjualan dari IPS ke konsumen. Demikian hasil pertemuan antara Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat, sejumlah koperasi susu, IPS, Klinik Restrukturisasi Usaha KUKM Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, dan Kanwil Ditjen Pajak Jawa Barat Bagian (JBB) II yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Selasa. Sebelumnya, sebanyak 24 KPS di Jawa Barat resah karena adanya tagihan dari Ditjen Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dari penjualan susu ke IPS yang secara akumulatif diperkirakan mencapai Rp283 miliar yang juga merupakan "pajak potensial". Menurut Ketua GKSI Jawa Barat Dedi Setiadi, selama ini KPS tidak mengetahui adanya PPN sebesar 10 persen terhadap susu segar yang dijual ke IPS berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 46 tahun 2003. Selain itu, ia menambahkan proses penerimaan susu dari peternak sampai pemasaran ke IPS tidak mengalami penambahan nilai karena yang terjadi malah penambahan biaya. "Dengan tidak adanya penambahan nilai, maka peternak maupun koperasi tidak mungkin membayar PPN atas susu segar. Koperasi tidak pernah memungut PPN atas penyerahan susu kepada GKSI, IPS dan konsumen dari tahun 2001 sampai sekarang," katanya. Pengurus KPS Bogor Tukamir menambahkan, KPS hanya menampung susu dari peternak lalu menjualnya ke IPS karena peternak akan kesulitan kalau menjual secara langsung. Pengurus KPS umumnya juga peternak sehingga mereka tidak melakukan penagihan atas PPN susu tersebut. "KPS tidak mengambil keuntungan dari bisnis inti, yakni penjualan susu segar. Harga dasar susu segar juga tidak ditetapkan peternak sebagai produsen, tapi oleh IPS," kata Tukamir yang juga anggota Dewan Pengawas GKSI. Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jawa Barat Bagian (JBB) II, Agus Wuryantoro mengatakan, salah satu pertimbangan bahwa susu segar dari KPS terkena PPN karena dianggap memiliki nilai yang terselubung. Namun, ia menambahkan terjadi salah pengertian bahwa PPN itu dikenakan ke peternak melainkan ditanggung oleh IPS dimana pembuatan faktur pajaknya dapat dilakukan oleh KPS atau GKSI yang ditujukan ke IPS. IPS dapat mengenakan PPN ke konsumen yang masuk ke dalam harga jual. "Mekanisme pembayaran PPN atas susu segar ke IPS akan ditanggung sepenuhnya oleh konsumen, jadi potensi pajak sebesar Rp283 miliar itu jangan dipikirkan KPS," kata Agus. Sementara Nanny Dewi dari Klinik Restrukturisasi Usaha KUKM Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran menyajikan mekanisme pembayaran PPN atas susu segar yang dibebankan ke konsumen. "Mekanisme itu tidak akan merugikan negara karena sebenarnya PPN atas susu segar maupun penjualan ke konsumen sudah ditanggung di dalam harga jual ke konsumen," katanya. Ia juga mengingatkan agar sosialisasi terhadap pembayaran PPN atas susu segar terus dilakukan ke KPS untuk menghindari salah pengertian. Saat ini, jumlah peternak dari 24 KPS se Jawa Barat sebanyak 23 ribu orang dengan populasi total sapi perah 74 ribu ekor dan produksi susu rata-rata 430 ribu kilogram per hari. IPS sebanyak lima buah yakni PT Frisian Flag Indonesia, PT Indomilk, PT Indolakto, PT Ultra Jaya dan PT Diamond.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006