Kendari (ANTARA) - Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jendral Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Barat, Tenggara (Sulselbartra) menyerahkan tersangka kasus dugaan penggelapan pajak pertambangan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Sulselbartra Windu Kumoro di Kendari, Kamis, mengatakan bahwa tersangka kasus dugaan penggelapan pajak yang diserahkan itu, yaitu Direktur PT Rockstne Mineral Indonesia (RMI) bernama Ishak.

"Penyerahan tersangka itu turut disaksikan oleh pihak penyidik pembantu Dit Reskrimsus (Drektorat Reserse Kriminal Khusus) Polda Sultra Bripka Kasmin," kata Windu Kumoro.

Ia menyebutkan bahwa tersangka tersebut terbukti diduga melakukan penggelapan pajak dengan tidak melaporkan secara utuh surat pemberitahuan tahunan atau SPT pajak penghasilan (PPn) badan dan SPT pajak pertambahan nilai (PPh) dalam kurun waktu satu tahun pada 2027.

Selanjutnya, laporan penyampaian SPT yang dinilai tidak sesuai yang dikeluarkan Direktur PT RMI Ishak sehingga diproses secara hukum, karena hal itu jelas diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

"IS (Ishak) diduga melakukan tindak pidana dengan sengaja menyampaikan SPT tahunan baik PPh Badan dan PPn yang isinya tidak benar atau tidak lengkap," ujarnya.

Windu Kumoro mengungkapkan bahwa tersangka Ishak disebut dengan sengaja tidak melaporkan seluruh hasil serta tidak melakukan pemungutan PPn, dan menyetorkan ke kas negara atas jasa konstruksi berupa penyiapan lahan (Land Clearing) pembangunan smelter nikel PT SSU di Kabupaten Konawe.

"Dengan penggelapan pajak pembangunan smelter nikel PT SSU yang dilakukan Direktur PT RMI, menimbulkan terjadinya kerugian pendapatan negara. Total kerugian negara yang diakibatkan, senilai Rp519 juta," jelasnya.

Atas perbuatannya, tersangka terancam pidana badan (Penjara) paling singkat enam bulan, dan paling lama enam tahun, dengan dengan paling sedikit dua kali jumlah pajak yang tidak dibayar, dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang.

"Jadi penanganan kasus wajib pajak itu bertingkat, dan penegakan hukum perpajakan itu merupakan upaya terakhir (Ultimum remedium)," tambahnya.
 

Pewarta: La Ode Muh. Deden Saputra
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024