Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan bahwa permintaan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) agar pemerintah menghapuskan harga dasar gula (HDG) tidak mungkin dilakukan karena pasar gula Indonesia bukanlah pasar yang sempurna. "Itu (usulan Apegti--red) bagus kalau pasarnya sempurna, Indonesia kan tidak sempurna," katanya usai menghadiri pertemuan Menko Perekonomian RI, Boediono dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Condoleeza Rice di Gedung Departemen Keuangan Jakarta, Selasa. Menurut Anton, dalam kondisi pasar yang tidak sempurna itu (terjadi oligopoli--red), campur tangan pemerintah masih diperlukan untuk menetapkan batas bawah dan batas atas harga gula. Usulan Apegti tersebut disampaikan Ketuanya, Natsri Mansyur dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI (komisi perdagangan) DPR RI, Senin (13/3). Menurut Natsir, harga dasar gula (HDG) harusnya dihapuskan karena harga gula di tingkat petani saat ini sudah terlindungi dengan naiknya harga gula di tingkat dunia. HDG diperlukan jika terjadi gejolak harga gula di tingkat internasional namun saat ini hal tersebut tak terjadi, karena negara produsen sudah menghapuskan subsidi untuk ekspor gula. Menurut dia, saat ini pemerintah cukup menetapkan harga eceran tertinggi (HET) di tingkat produsen dan konsumen dengan memberi perbedaan harga antara di Jawa dan luar Jawa untuk menyesuaikan dengan ongkos transportasi. Natsir mengatakan, pelepasan HDG tersebut akan membentuk pasar gula di dalam negeri sesuai jenis dan kualitas gula yang disukai masyarakat sesuai kemampuan daya beli untuk memilih jenis gula bukan lokal yang dibagi asal produksi gula seperti gula produksi pabrik gula (PG) Lampung, maupun PG di Jawa. Pada periode Januari-Mei 2006, tambahnya, ketergantungan terhadap gula impor akan meningkat sementara subsidi gula di Eropa telah dicabut sedangkan di lain sisi pemerintah tidak siap mengantisipasi hal itu. Dikatakannya, saat ini harga dasar gula yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp4.300/kg sementara harga tebus di produsen yakni Rp5.200/kg namun realisasinya mencapai Rp5.800/kg. Menurut dia, jika harga gula impor saat ini Rp4.074/kg di pelabuhan dan setelah dikenakan berbagai macam biaya akhirnya menjadi Rp6.658/kg maka tidak diperlukan lagi adanya harga dasar gula. Dengan dikeluarkannya Inpres no 3/2006, maka pergulaan nasional akan diserahkan ke daerah, tambahnya, hal itu berdampak pada terjadinya penurunan produksi gula dan berpengaruh pada naiknya harga komoditas tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006