"Saya kira, kita semua bersyukur dalam beberapa bulan terakhir penguatan yang terjadi di rupiah sedikit membantu upaya kita menekan inflasi tanpa mengorbankan banyak hal," kata Burhanuddin.
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah mengatakan, BI akan menjaga agar penguatan dan pelemahan rupiah masih dalam koridor volatilitas yang masih dapat diterima. "Tren rupiah masih dalam kerangka volatilitas yang kita toleransikan," kata Burhanuddin usai rapat kerja BI dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Selasa malam. Burhanuddin mengatakan, penguatan rupiah bisa mengurangi inflasi, terutama yang disebabkan oleh barang-barang impor. Dengan menguatnya rupiah, barang impor menjadi lebih murah yang dapat menyebabkan berkurangnya tekanan inflasi. Namun, lanjutnya, jika penguatan terlalu drastis maka dapat mendorong masyarakat lebih menyenangi produk impor karena harganya menjadi lebih murah dibanding produk lokal. Hal itu menyebabkan industri dalam negeri akan terganggu sehingga BI harus menjaga penguatan dan pelemahan rupiah masih dalam koridor yang diterima. Sebelumnya, rupiah sempat mencapai level Rp9.800 per dolar AS lalu menguat hingga Rp9.180 per dolar AS. Namun, pekan lalu rupiah sempat melemah di level 9.300 tapi kemudian menguat hingga akhirnya ditutup di level Rp9.165 hari ini. Burhanuddin mengatakan, kebijakan moneter ketat yang dilaksanakan BI memberikan dampak kepada penguatan rupiah. Sementara dengan BI Rate 12,75 persen tekanan inflasi masih terlihat. Menurut Burhanuddin, ada faktor eksternal yang berpengaruh terhadap inflasi yang harus terus dicermati sehingga BI saat ini tetap melakukan kebijakan moneter yang ketat. "Saya kira, kita semua bersyukur dalam beberapa bulan terakhir penguatan yang terjadi di rupiah sedikit membantu upaya kita menekan inflasi tanpa mengorbankan banyak hal," katanya. Saat ditanya apakah BI akan mengambil kebijakan lain dengan penguatan rupiah, Burhanuddin mengatakan, bahwa pihaknya masih melihat banyak faktor baik internal maupun eksternal yang harus diperhitungkan. Faktor eksternal seperti kenaikan BBM dan kebijakan bank sentral Amerika terkait suku bunga. Sementara di dalam negeri, diskusi mengenai kenaikan TDL juga masih belum selesai. "Setelah semua masalah itu jelas, baru dapat dipikirkan kebijakan selanjutnya," demikian Burhanuddin.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006