... perkara bukan dihentikan melainkan gugur karena tidak memenuhi syarat.
Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut tetap terbuka melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik terhadap insan KPK yang terkait dengan mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

"Mengenai pihak lainnya yang terkait pelanggaran kode etik Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar), yang lainnya tetap akan dilanjutkan prosesnya sesuai peraturan Dewas sepanjang yang lain tersebut memenuhi ketentuan sebagai insan KPK," kata Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho dalam konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Senin.

Pada hari ini, Majelis Etik KPK menyatakan sidang dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar gugur. Alasannya karena telah terbit Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 71/P/2022 tertanggal 11 Juli 2022 berisi pemberhentian Lili sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota/Pimpinan KPK oleh Presiden Joko Widodo.

Lili dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga menerima fasilitas akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) dari salah satu BUMN.

"Kalau bukan (insan KPK) ya tidak bisa diproses, seperti Bu Lili sudah mengundurkan diri. Supaya tidak rancu, jadi perkara bukan dihentikan melainkan gugur karena tidak memenuhi syarat. Jadi, tidak kita lanjutkan lagi persidangannya, bukan dihentikan begitu saja, jadi gugur dan tidak dilanjutkan," ungkap Albertina.

Albertina menyebut ia memahami banyak pihak yang berharap ini suatu dugaan pelanggaran kode etik harus segera diselesaikan.

"Perlu kami sampaikan untuk pengumpulan bahan keterangan dan bukti membutuhkan waktu. Penyelidikan dan penyidikan perkara perkara pidana saja butuh waktu, dan sesuai peraturan Dewas KPK, tim diberikan waktu 60 hari kerja. Jadi, kalau ada yang menyebut dalam pemberitaan bahwa Dewas diam atau terlalu lama, memang prosesnya tidak mudah, kami butuh waktu," jelas Albertina.

Selanjutnya, Dewas KPK akan menyampaikan putusan Majelis Etik Dewas KPK kepada Pimpinan KPK dan Pimpinan KPK akan menindaklanjuti hasilnya.

"Termasuk apakah misalnya (dugaan pelanggaran etik) ini termasuk dugaan pidana. Berdasarkan ketentuan UU, bukan ranah Dewan Pengawas. Dewas hanya mengadili perbuatan yang diduga melanggar kode etik dan kode perilaku, itu berdasarkan bunyi Pasal 37 B Undang-Undang 19 Tahun 2019," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam acara yang sama.

Tumpak juga berharap masyarakat tidak lagi memberikan fasilitas atau kekhususan kepada insan KPK, yaitu pimpinan, dewas maupun pegawai KPK.

"Pimpinan, Dewan Pengawas, maupun pegawai KPK terikat kepada kode etik yang berbeda dengan departemen-departemen lain. Harapan dari kami, Dewas KPK, jangan suka beri sesuatu kepada pimpinan KPK, Dewas KPK, atau pegawai KPK, ini masalahnya," tambah Tumpak.

Tumpak menyebut meski pimpinan, Dewas, maupun pegawai KPK sudah paham kode etik tersebut, tapi butuh kerja sama dari pihak lain agar secara sadar tidak menyerahkan pemberian.

"Mungkin kalau diberikan kepada teman-teman departemen lain tidak masalah, tapi kalau di KPK itu dilarang karena ada kode etik yang melarangnya. Ini harapan kami dari Dewan Pengawas, saya rasa semua pegawai tahu, semua pimpinan tahu soal ini tapi lebih baik kalau kita tidak mau memberi, mentraktir, atau mengasih apa saja. Tidak usah," kata Tumpak.

Lili sebelumnya sudah pernah dijatuhi sanksi berat oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan pada Agustus 2021 lalu.

Saat itu Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Baca juga: Setneg: Presiden Jokowi terima surat pengunduran diri Lili Pintauli

Baca juga: Dewas: Lili Pintauli Siregar bukan insan KPK lagi

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022