Kolombo (ANTARA) - Beberapa jam setelah Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari negara itu pada Rabu, ratusan orang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.

"Ranil pulang!" teriak para pengunjuk rasa sebelum menyerbu kantor perdana menteri.

Polisi berkali-kali menembakkan gas air mata.

Wickremesinghe, yang bertindak sebagai presiden selama Rajapaksa tidak ada, mengatakan dalam sebuah pernyataan video bahwa dia sedang dalam proses untuk mengumumkan keadaan darurat nasional.

Para pengunjuk rasa melihatnya sebagai sekutu Rajapaksa dan ingin dia mundur.

"Kami ingin Ranil mundur," kata S Shashidharan (30), yang mengatakan dia ditembak dengan gas air mata di luar kantor perdana menteri sehari sebelumnya.

"Tangkap semua orang yang membantu Gota (presiden) melarikan diri. Kami ingin uang yang dicuri dari kami kembali."

Kantor perdana menteri adalah bangunan era kolonial bercat putih, dengan tangga kayu berornamen yang menghubungkan dua lantainya dan halaman rumput di luarnya.

Tempat itu penuh sesak dengan pengunjuk rasa, yang bentrok dengan pasukan keamanan selama sekitar tiga jam dan akhirnya menerobos gerbang besar hitam kompleks itu sekitar pukul 14.00 waktu setempat.

Di halaman, sekelompok pengunjuk rasa damai berkumpul sambil menyanyikan lagu-lagu revolusioner Sinhala, sementara personel militer bersenjata duduk di dalam ruangan berpendingin di dekatnya.

Personel keamanan bersenjata lainnya mengantar pengunjuk rasa melewati ruang lapang di lantai atas, tempat Reuters mewawancarai Wickremesinghe pada akhir Mei.

Perabotan mewah telah didorong ke sudut dan akses ke kantor utama Wickremesinghe, yang bersebelahan dengan tangga, ditutup.

Sumber: Reuters

Baca juga: Indonesia perlu lakukan mitigasi cegah situasi seperti di Sri Lanka
Baca juga: Presiden Sri Lanka kabur ke Maladewa, PM diminta lengser
Baca juga: Dinasti Rajapaksa yang berakhir secara memalukan di Sri Lanka

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022