Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla meminta kalangan pebisnis Singapura melakukan investasi di sektor riil yang memberi nilai tambah lebih besar terhadap ekonomi Indonesia berupa investasi jangka panjang dan pembukaan lapangan kerja. Dalam seminar bisnis Indonesia-Singapura yang dihadiri Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Lim Hng Kian dan Menteri Perdagangan Mari E Pangestu serta pengusaha kedua negara di Jakarta, Kamis, Wapres mengatakan, saat ini Singapura menjadi investor ketiga terbesar setelah Jepang dan Inggris. "Namun kenapa protes lebih banyak ditujukan kepada Singapura bukan Jepang. Hal itu karena investasi yang baik indikatornya adalah penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah," ujarnya. Jepang banyak investasi di sektor riil yang menyerap tenaga kerja, sedangkan Singapura, kata dia, lebih banyak bergerak di sektor jasa dan keuangan dengan membeli perusahaan-perusahaan yang sudah jadi di Indonesia, baik BUMN seperti Telkom dan Indosat, maupun perbankan. "Mari lakukan sesuatu yang berbeda," ajak Wapres M Jusuf Kalla. "Kami membutuhkan kerjasama yang lebih besar dalam sektor riil yang bisa memberi nilai tambah, bisa memberi lebih banyak lagi orang bekerja, bisa memberi investasi jangka panjang, dan investasi spesial zone," ujar Kalla. Ia mengatakan, saat ini sudah tidak banyak lagi BUMN yang baik di Indonesia yang bisa dijual karena sudah banyak yang terjual. Wapres mengajak investor Singapura masuk ke sektor perkebunan, pembangkit listrik, dan pembangunan infrastruktur lainnya. "Masuk sekarang, jangan tunggu Indonesia memperbaiki infrastrukturnya sampai selesai satu atau dua tahun lagi, karena nanti sudah terlambat, karena pada saat itu investor-investor lain sudah datang ke Indonesia," katanya. Wapres juga menjelaskan terutama kepada kalangan pebisnis Singapura, bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya secara bertahap untuk mengatasi hambatan investasi, mulai dari birokrasi, korupsi, stabilitas politik dan keamanan, serta perbaikan infrastruktur.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006