bila mereka menggubah dalam kesempatan yang lebih panjang waktunya, komposisi-komposisi ini akan jadi kreasi dalam bentuk yang jauh lebih baik
Padang (ANTARA) - Pemusik elektronik dan komposer muda Minang, Rani Jambak, mementaskan komposisi kolaborasi musik Minang bersama musisi muda dari berbagai daerah dan lintas genre di ajang Temu Seni Musik di Jayapura, Papua.

"Kegiatan Temu Seni ini merupakan salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian perhelatan akbar Pertemuan Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) yang akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang," kata Rani Jambak melalui siaran pers yang diterima di Padang, Senin.

Pentas seni ini merupakan bagian dari program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemenristek Dikti.

Sebanyak 14 seniman muda hadir di Kota Jayapura untuk turut serta dalam ajang silaturahim, apresiasi dan jejaring musik sekaligus memperkenalkan Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.

Baca juga: Empat musisi muda Papua berbagi inspirasi dengan seniman lain

Selama lima hari berkreasi dalam sesi laboratorium dan diskusi, 14 musisi yang saling memiliki latar belakang genre musik berbeda dan mendapatkan arahan dan bimbingan dari fasilitator dan budayawan Sutanto dan etnomusikolog Joko Suranto berkolaborasi menggarap komposisi musik dalam kelompok.

Rani menyampaikan inspirasi musik kolaborasi dari mitos-mitos dan ragam seni budaya yang didapatkan dari penjelasan tentang budaya Papua dalam sesi sarasehan bersama antropolog Universitas Cenderawasih, Enrico Kondologit.

"Mitos-mitos itu menurut saya visioner, futuristik dan memberikan dampak yang besar bagi masyarakat. Konsep saya dalam kolaborasi salah satunya adalah kisah suku di Papua, dari situ kami bercermin dengan mitos-mitos dari daerah masing-masing," kata dia.

Ia memaparkan ada tiga bagian dari komposisi yang diangkat, yaitu teks dari cerita yang diterjemahkan ke bahasa daerah, kedua unsur instrumen berupa elektronik dan pemandangan suara, rebab, tifa, karinding, suling, dan gendang Bali.

Bagian ketiga teks tersebut, ujarnya, kembali dimunculkan dalam bentuk pemutaran, setelah direkam langsung saat dimainkan di panggung yang dipadukan dengan instrumen yang ada menandai suatu mitos berubah bentuk yang baru.

Rani menyampaikan Temu Seni ini juga merupakan momen penting untuk silaturahim dan menjalin hubungan baik serta sekaligus menggarisbawahi keberagaman Indonesia.

Baca juga: 14 seniman hadir di Papua untuk ajang Indonesia bertutur 2022

Rani tampil dari kelompok 1 Temu Seni berkolaborasi bersama musisi dan dosen musik di Papua, Christian Setyo Adi, musisi dari Jambi, Ana Adila Putri, komposer gamelan Bali, I Gede Yogi dan musisi dan dosen gamelan Jawa, Wahyu Thoyyib.

Narasumber ajang Temu Seni, Prof Djohan, menyampaikan komposisi-komposisi yang dihasilkan menarik kendati digagas dalam waktu yang singkat

"Saya percaya bila mereka menggubah dalam kesempatan yang lebih panjang waktunya, komposisi-komposisi ini akan jadi kreasi dalam bentuk yang jauh lebih baik lagi,” kata dia.

Momen pementasan kelompok peserta Temu Seni ini menjadi istimewa karena tokoh masyarakat Kampung Puai, antara lain Kepala Suku Puai, David Fiobtauw, Kepala Sanggar Tari Endes, Yusuf Ohe, Arnold Awetauw dan Yeremias Awetauw turut menyaksikan dan memberikan apresiasi.

Tokoh masyarakat Puai juga berbagi dan mendemonstrasikan bentuk seni khas Sentani berupa sejumlah lantunan lagu tradisional.

Baca juga: Budiman Sudjatmiko: Inovasi diperlukan dalam iptek maupun seni budaya
Baca juga: Menparekraf: Masyarakat Jawa kuno telah mengenal seni pertunjukan
 

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022