New York (ANTARA) - Para eksekutif bank AS mengatakan mereka optimis pada pertumbuhan pinjaman karena permintaan pinjaman dari pelanggan ritel dan bisnis bangkit kembali pada kuartal kedua dari posisi terendah pandemi, tetapi memperingatkan permintaan dapat melemah akhir tahun ini jika prospek ekonomi yang memburuk mulai melukai kepercayaan konsumen.

Analis dan investor telah dengan hati-hati mengamati pertumbuhan pinjaman, pendorong utama pendapatan bank, setelah stimulus pemerintah yang luar biasa selama pandemi COVID-19 mengurangi selera perusahaan dan konsumen terhadap pinjaman bank.

Ketika ekonomi bangkit kembali dari pandemi, permintaan pinjaman mulai meningkat pada kuartal pertama didorong oleh belanja konsumen dan perusahaan menambah persediaan. Tren itu berlanjut selama kuartal kedua, meskipun kenaikan suku bunga Federal Reserve AS yang agresif memicu kekhawatiran resesi.

JPMorgan Chase & Co dan Wells Fargo & Co, dua pemberi pinjaman terbesar AS, mengatakan bahwa pembukuan pinjaman mereka tumbuh pada kuartal kedua masing-masing sebesar 7,0 persen dan 8,4 persen, dibandingkan tahun lalu, dengan sedikit tanda-tanda kualitas kredit yang memburuk.

Selama telekonferensi laporan keuangan kuartal kedua pada Kamis (14/7/2022), eksekutif di JPMorgan - pemberi pinjaman terbesar di negara itu - mengatakan mereka memperkirakan pinjaman tumbuh pada pertengahan hingga satu digit tahun ini.

Pertumbuhan itu dan kenaikan suku bunga Fed adalah kabar baik bagi bank, meningkatkan pendapatan bunga bersih, perbedaan antara bunga yang diperoleh dari pinjaman dan dibayarkan pada deposito.

Citigroup, misalnya, mengatakan hasil pinjaman bruto telah meningkat selama lima kuartal berturut-turut dan mencapai 5,81 persen pada kuartal kedua.

"Hasil di kuartal kedua 2022 sejauh ini memperkuat pandangan positif kami," tulis analis di Wells Fargo, mengutip kualitas kredit yang kuat, pertumbuhan pinjaman dan kenaikan 10 persen kuartal-ke-kuartal dalam pendapatan bunga bersih. Mereka mengatakan pinjaman komersial menunjukkan pertumbuhan terbaik dalam 14 tahun.

Wells Fargo, JPMorgan dan Citigroup semuanya mengatakan klien korporasi meminjam lebih banyak pada kuartal kedua, seringkali untuk menutupi peningkatan biaya yang disebabkan oleh melonjaknya inflasi. JPMorgan, misalnya, melihat pertumbuhan yang kuat dalam pinjaman korporasi dan industri, yang tumbuh 6,0 persen karena penggunaan fasilitas revolving yang lebih tinggi dan pembukaan rekening baru, sementara pinjaman real estat komersial tumbuh 3,0 persen.

Citigroup mengatakan pinjaman di Institutional Clients Group-nya tumbuh 3,0 persen, dengan eksekutif mencatat bahwa beberapa di antaranya didorong oleh lonjakan volatilitas pasar yang dipicu oleh konflik di Ukraina.

"Kami melihat peningkatan pinjaman karena klien kami cenderung kurang mendapatkan pembiayaan melalui pasar utang mengingat perubahan baru-baru ini," CEO Citi Jane Fraser mengatakan kepada para analis.

Kenneth Leon, direktur riset, industri dan ekuitas di CFRA Research, mengatakan dia memperkirakan pertumbuhan pinjaman komersial akan datar di paruh kedua, sementara pinjaman konsumen kemungkinan akan menurun karena risiko resesi, meskipun hanya dangkal.

Sementara pinjaman hipotek (KPR) menurun karena kenaikan suku bunga merupakan hambatan pada portofolio pinjaman konsumen, pinjaman kartu kredit naik, dengan JPMorgan dan Wells Fargo keduanya melaporkan lonjakan 17 persen.

Pinjaman rata-rata untuk divisi personal banking dan manajemen kekayaan Citi, yang mencakup kartu, naik sekitar 4,0 persen dari tahun lalu.

Para eksekutif bank mengatakan kualitas kredit tetap sangat tinggi, tetapi memperingatkan inflasi kemungkinan akan mengurangi belanja konsumen.

"Saya tidak berpikir apa yang telah kita lihat di kuartal kedua akan terus terjadi pada kecepatan yang sama," kata Chief Financial Officer Wells Fargo Mike Santomassimo kepada para analis.

Morgan Stanley mengatakan pinjamannya tumbuh sebesar 7,0 miliar dolar AS tahun-ke-tahun, terutama didorong oleh manajemen kekayaan klien yang mengambil hipotek atau pinjaman yang didukung oleh investasi mereka.

Tetapi bahkan di antara klien-klien kaya itu, pinjaman diperkirakan akan berkurang karena kenaikan suku bunga, membuat hipotek lebih mahal, dan karena pasar yang merosot mengurangi nilai investasi ekuitas, kata CFO bank Sharon Yeshaya.

"Kami benar-benar belum melihat adanya retakan besar terkait kesehatan konsumen," kata Leon. "Kualitas kredit masih sangat bagus tapi itu mungkin akan goyah sekitar tahun depan."

Baca juga: Wall Street ditutup jatuh di sesi fluktuatif terseret saham perbankan
Baca juga: Dolar jatuh karena taruhan kenaikan suku bunga Fed berkurang
Baca juga: Minyak naik 5 dolar karena "greenback" lebih lemah dan pasokan ketat

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022