Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik sedikit di perdagangan Asia pada Selasa sore, memangkas kerugian awal dan setelah melonjak lebih dari lima dolar AS per barel di sesi sebelumnya, di tengah kekhawatiran tentang ketatnya pasokan dan pelemahan dolar.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik 17 sen, menjadi diperdagangkan di 106,51 dolar AS per barel pada pukul 06.45 GMT. Kontrak naik 5,1 persen pada Senin (18/7/2022), persentase kenaikan terbesar sejak 12 April.

Minyak mentah berjangka WTI untuk pengiriman Agustus naik 36 sen, menjadi diperdagangkan di 102,96 dolar AS per barel. Kontrak naik 5,1 persen pada Senin (18/7/2022) dan persentase kenaikan terbesar sejak 11 Mei.

Kontrak WTI Agustus berakhir pada Rabu dan kontrak berjangka September yang lebih aktif diperdagangkan berada di 99,74 dolar AS per barel, naik 32 sen.

Harga minyak telah terhuyung-huyung di antara kekhawatiran tentang pasokan karena sanksi Barat terhadap minyak mentah Rusia dan pasokan bahan bakar atas konflik Ukraina telah mengganggu arus perdagangan ke penyulingan dan pengguna akhir, serta meningkatnya kekhawatiran bahwa upaya bank sentral untuk menjinakkan lonjakan inflasi dapat memicu resesi yang akan memangkas kebutuhan bahan bakar di masa depan.

Ketidakseimbangan pasokan/permintaan yang mendasarinya sangat ketat, kata Jeffrey Halley, analis pasar senior di OANDA, dalam sebuah catatan.

"Harga minyak mungkin telah mencapai puncaknya, tetapi tentu saja tidak terlihat turun secara material dari sini kecuali kita mendapat kejutan besar dari OPEC+."

Presiden AS Joe Biden mengunjungi eksportir minyak utama Arab Saudi pekan lalu, berharap untuk mencapai kesepakatan tentang peningkatan produksi minyak untuk menjinakkan harga bahan bakar.

Namun, pejabat dari Arab Saudi, pemimpin de facto Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), tidak memberikan jaminan yang jelas bahwa peningkatan produksi dijamin.

Warren Patterson, kepala Strategi Komoditas di ING, mengatakan dalam sebuah catatan bahwa pasar memiliki waktu untuk mencerna kunjungan Presiden Biden dengan kesimpulan bahwa tidak mungkin OPEC dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, akan meningkatkan produksi lebih agresif daripada direncanakan dalam jangka pendek.

Harga minyak didukung oleh dolar AS yang lebih lemah pada Selasa, yang berada di sekitar level terendah satu minggu, membuat minyak yang didominasi greenback sedikit lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

"Dolar AS yang lebih lemah memberikan dukungan ke pasar, bersama dengan kompleks komoditas yang lebih luas," kata Patterson dari ING.

Perkiraan persediaan minyak di AS, konsumen minyak terbesar di dunia, adalah bahwa pasokan minyak mentah dan sulingan mungkin telah meningkat minggu lalu, sementara persediaan bensin kemungkinan turun, menurut jajak pendapat awal Reuters.


Baca juga: Minyak jatuh karena ambil untung dari lonjakan besar sesi sebelumnya
Baca juga: Minyak naik 5 dolar karena "greenback" lebih lemah dan pasokan ketat
Baca juga: Minyak melonjak di Asia didukung pelemahan dolar AS dan pasokan ketat

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022