Qamishli, Suriah (ANTARA) - 2022 menjadi tahun terburuk bagi para petani gandum di wilayah timur laut Suriah, yang menghadapi situasi sulit akibat lonjakan harga pupuk, rendahnya curah hujan, dan kelangkaan bahan bakar.

Akibatnya, panen yang buruk telah menimbulkan persoalan lain bagi pasokan pangan di negara yang tengah bergulat dengan perubahan iklim dan perang itu.

Seorang petani bernama Mohamed Hussein mengatakan dia hanya menanam sekitar seperlima dari luas ladang miliknya karena berbagai kesulitan.

"Kami kekurangan solar dan harga pupuk juga mahal," ujar petani berusia 46 tahun itu.

Wilayah timur laut Suriah merupakan kawasan produksi gandum yang sangat penting.

Namun, otoritas setempat yang dikendalikan suku Kurdi mengaku tidak yakin panen tahun ini dapat memenuhi kebutuhan mereka, apalagi mengirim pasokan gandum ke wilayah lainnya.

Panen gandum yang buruk menambah suram produksi gandum Suriah yang telah merosot sejak perang meletus pada 2011 dan memicu kekhawatiran atas ketahanan pangan di Suriah.

Koordinator Residen dan Koordinator Kemanusiaan PBB di Suriah Imran Riza mengatakan bahwa Suriah mengalami musim tanam yang buruk lagi setelah hasil panen yang rendah pada 2021.

Seperti musim lalu, kata dia, panen tahun ini dipengaruhi musim hujan yang terlambat dan musim kemarau berkepanjangan.

Tanaman petani juga rusak oleh anomali cuaca, termasuk kenaikan suhu yang signifikan.

"Biaya pangan telah meningkat, produksi dan pasokan rendah dan panen berikutnya sangat mengkhawatirkan," kata Riza.

"Kami sangat prihatin dengan situasi ketahanan pangan secara keseluruhan," katanya, menambahkan.

Produksi gandum Suriah turun dari rata-rata tahunan 4,1 juta ton sebelum krisis menjadi sekitar 1,05 juta ton pada 2021, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

Produksi gandum Suriah pada 2020 mencapai 2,8 juta ton.

Meski impor gandum dari Rusia dapat mengisi sebagian pasokan, kerawanan pangan di seluruh negeri itu lebih akut daripada kapan pun sejak konflik dimulai.

Hal itu disebabkan beragam faktor, termasuk jatuhnya mata uang Suriah. 

Namun, Program Pangan Dunia mengatakan 12,4 juta warga Suriah atau hampir 70 persen populasi negara itu saat ini rawan pangan.

Nabila Mohamed, pejabat senior yang mengawasi pembangunan pertanian di wilayah timur laut Suriah, mengatakan 379.000 ton gandum telah dipanen di wilayah tersebut. Angka itu jauh dari target sebesar 450.000 ton.

"Tahun lalu hanya ada sedikit hujan. Tahun ini ada hujan, tetapi tidak datang pada waktu yang tepat," kata Mohamed.

Dia menambahkan bahwa perang Ukraina juga membebani petani karena harga pupuk impor naik.

Tahun ini, kata dia, panen gandum di timur laut Suriah lebih baik dibandingkan tahun lalu karena lebih banyak izin yang dikeluarkan untuk pengeboran sumur.

FAO mengatakan bahwa petani tadah hujan di Suriah telah kehilangan sebagian besar panen mereka selama dua tahun berturut-turut.

Mohamed Ahmed, seorang petani berusia 65 tahun, mengatakan dia telah menderita kerugian besar karena kekeringan.

Ia menggambarkan ladangnya kini hanya menjadi beban, bukan aset.

“Selama dua tahun berturut-turut kami merugi. Karena itu kami mempersilahkan penggembala membawa ternak mereka merumput di lahan kami,” kata dia.

Sumber: Reuters

Baca juga: WFP: Hampir 8 juta warga Suriah tidak aman pangan dan rentan COVID-19
Baca juga: PBB minta Presiden Suriah izinkan bantuan pangan masuk
​​​​​​​


Penerjemah: Azis Kurmala
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022