Tokyo (ANTARA) - Dolar melemah di dekat level terendah enam minggu terhadap yen pada perdagangan Asia pada Jumat pagi, di tengah penurunan tajam dalam imbal hasil obligasi pemerintah setelah investor menafsirkan ekonomi AS yang menyusut sebagai satu lagi alasan bagi Federal Reserve (Fed) untuk mengurangi langkah pengetatannya.

Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal kedua AS mengalami kontraksi pada tingkat tahunan 0,9 persen, menurut perkiraan awal Departemen Perdagangan, yang dirilis Kamis (28/7/2022), setelah mencatat kontraksi kuartal pertama sebesar 1,6 persen.

Pasar uang saat ini memberikan peluang 76 persen bahwa The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga menjadi setengah poin pada pertemuan berikutnya di September, terhadap kemungkinan 14 persen untuk kenaikan 75 basis poin ketiga berturut-turut.

Dolar diperdagangkan pada 134,39 yen, memantul 0,13 persen setelah jatuh semalam 1,74 persen, terbesar sejak Maret 2020. Dolar menyentuh level terendah 134,2 pada Kamis (28/7/2022), terlemah sejak 17 Juni.

Imbal hasil obligasi pemerintah jangka panjang bertahan di sekitar 2,67 persen pada Jumat pagi di Tokyo, menyusul penurunan tiga hari beruntun.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik tipis 0,03 persen menjadi 106,25, setelah turun ke level terendah lebih dari tiga minggu di 106,05 pada Kamis (28/7/2022), ketika mencatat penurunan 0,28 persen.

Baca juga: Dolar tergelincir, dipicu ekonomi AS terkontraksi 2 kuartal beruntun

"Imbal hasil yang lebih rendah dan sentimen risiko positif adalah resep yang dicoba dan dipercaya untuk dolar AS yang lebih lembut," meskipun kelemahan itu "tersanjung" oleh reli yen yang terlalu besar, Kepala Strategi Valas National Australia Bank, Ray Attrill, di Sydney, menulis dalam catatan klien.

Dia memperingatkan seperti banyak analis minggu ini, bahwa "kesimpulan pasar bahwa The Fed telah kehilangan sebagian dari sikap hawkish-nya masih bisa diperdebatkan."

Data PDB muncul sehari setelah The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin seperti yang diperkirakan dan berkomitmen untuk tidak gentar dalam pertempurannya melawan inflasi AS yang paling intens sejak 1980-an, sekalipun itu berarti "periode berkelanjutan" dari kelemahan ekonomi dan pasar kerja yang melambat.

Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pada Rabu (27/7/2022) bahwa dia tidak berpikir Amerika Serikat berada dalam resesi, berdasarkan kekuatan pasar tenaga kerja.

Dua kuartal kontraksi berturut-turut secara luas dipandang oleh para ekonom sebagai sinyal resesi teknis. Namun, di AS, Biro Riset Ekonomi Nasional adalah penengah resesi, yang didefinisikan sebagai "penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian, berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam produksi, lapangan kerja, pendapatan riil dan indikator lainnya."

Baca juga: Harga emas melonjak 31,20 dolar pasca-laporan PDB AS mengecewakan

Sementara itu euro datar di 1.01945 dolar AS setelah sesi maju-mundur pada Kamis (28/7/2022) yang berakhir dengan sedikit perubahan.

Eropa menghadapi risiko resesi sendiri di tengah krisis energi yang sedang berlangsung. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan bahwa jika Rusia, yang mengurangi pengiriman gas ke Eropa minggu ini, benar-benar menghentikan pasokan pada akhir tahun, kawasan itu bisa menghadapi pertumbuhan ekonomi nol tahun depan.

Sterling turun 0,09 persen pada 1,21725 dolar, turun kembali dari tertinggi Kamis (28/7/2022) di 1,21915 dolar, terkuat sejak 29 Juni.

Aussie tergelincir 0,09 persen menjadi 0,69985 dolar AS, menjauh dari level tertinggi sejak 17 Juni di 0,70135 dolar AS yang dicapai Kamis (28/7/2022).

Bitcoin hampir datar di sekitar 23.851 dolar AS, setelah reli dua hari. Dorongan di atas 24.280,30 dolar AS akan membawanya ke level tertinggi sejak 13 Juni.

Baca juga: Indodax: Penurunan harga Bitcoin saat ini siklus empat tahunan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022