Kami menyadari biaya untuk pembuatan film layar lebar itu sangat mahal
Manokwari (ANTARA) - Sekelompok orang-orang muda di Wasior, ibu kota Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat tanpa punya latar belakang di dunia perfilman memilih jalan nekad untuk membuat sebuah karya film layar lebar berjudul 'Taklukan Mimpi'.

Film tersebut diangkat dari sebuah cerita rakyat setempat soal perjalanan hidup sekawanan pemuda-pemudi berjumlah lima orang di Kampung Yomakan, Wasior. Lima pemuda-pemudi ini memiliki impian masing-masing.

Tiga aktor utama film 'Taklukan Mimpi' itu yakni Andi, diperankan oleh Amir Jopari, Rudi diperankan oleh Rudi Bibi Reme, dan Kristin diperankan oleh Afrida Torey. Ketiganya merupakan anak asli Wondama.

Andi, anak seorang buruh bagasi pelabuhan, awalnya tidak pernah bermimpi menjadi seorang tentara. Namun perjalanan hidupnya kemudian berubah setelah dia menemukan sebuah topi milik seorang tentara yang kebetulan lewat di jalan setapak dekat kampungnya.

Dari situlah, Andi bertekad untuk bisa diterima menjadi seorang prajurit TNI AD.

Beberapa kali Andi mengikuti seleksi masuk TNI AD melalui jalur Calon Tamtama di Kodam XVIII/Kasuari Manokwari, namun ia selalu gagal lantaran ada masalah dengan pendengarannya. Telinga Andi bermasalah lantaran saat masa kecilnya sering dipukul oleh ayahnya yang suka mabuk-mabukan.

Melihat kegagalan putranya, ayah Andi kemudian menyesali perbuatannya. Ia ingin menebus dosa masa lalu dengan caranya sendiri.

Uang hasil jerih lelahnya dari memikul beban milik para penumpang di Pelabuhan Wasior, ia sisihkan separuh di celengan untuk bekal masa depan Andi. Hanya Rp10 ribu yang diberikan kepada sang isteri di rumah untuk membeli bahan kebutuhan hidup sehari-hari.

Andi yang mengetahui hal itu makin benci kepada ayahnya. Pertengkaran hebat pun terjadi dalam keluarga sederhana itu, sampai-sampai sang ayah menampar Andi.

Tak lama kemudian, ayah Andi jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Hingga ayahnya wafat, Andi tak mengetahui jika separuh uang hasil kerja keras ayahnya disimpan dalam celengan sebagai tabungan untuk masa depannya.

Film ini juga diwarnai dengan adegan cinta segi tiga diantara tiga sobat karib yaitu Andi, Rudi dan Kristin.

Rudi memilih bekerja sebagai Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKPM) Pelabuhan Wasior. Adapun Kristin melanjutkan cita-citanya sebagai dokter. Rudi jatuh cinta pada Kristin, namun orang tua Kristin tidak rela anaknya berpacaran dengan seorang pemuda yang bekerja sebagai buruh pelabuhan.

Orang tua Kristin lalu memindahkan Kristin ke Manokwari, agar jauh dari Rudi. Rupanya diam-diam, Kristin juga menaruh hati pada Andi.

Dia tidak betah tinggal di Manokwari, Kristin ingin segera kembali ke Wasior untuk menyemangati Andi yang sudah patah arang tidak lolos seleksi calon Tamtama TNI AD. Apalagi dia tahu bahwa Andi punya masalah dengan pendengarannya.

Meski awalnya Andi jengkel terhadap Kristin karena telah mengetahui penyakitnya, pada akhirnya Andi kemudian bersedia menerima bantuan Kristin untuk terus berjuang agar bisa diterima menjadi calon Tamtama TNI AD di Kodam XVIII/Kasuari.

Melihat kedekatan Andi dan Kristin, Rudi menjadi cemburu hingga terjadi perkelahian antara dua sahabat karib itu.

Perseteruan antara Andi dan Rudi terus berlanjut saat keduanya diterima menjadi siswa Resimen Induk Militer (Rindam) Kodam XVIII/Kasuari di Manokwari.

Kedua sahabat itu kemudian berdamai dan mereka berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi anggota TNI AD dengan pangkat Prajurit Dua (Prada).

Baca juga: Kembangkan pariwisata, pemuda Wondama dibekali kemampuan jurnalistik

Baca juga: Sandiaga harap karya sineas daerah jadi kebanggaan perfilman nasional

Torang bisa

Sukris Giantoro Sianturi selaku sutradara menyebut ide pembuatan film tersebut berawal dari kesadaran anak-anak Wondama bahwa mereka ingin menghasilkan karya produktif yang bisa membanggakan para leluhur.

Teluk Wondama sendiri dikenal sebagai 'Tanah Peradaban Orang Papua' karena di daerah itu, tepatnya di Bukit Aitumeiri, pertama kali berdiri sekolah formal yang membuat orang asli Papua bisa tahu menulis, membaca dan berhitung yang menandai lahirnya peradaban baru orang Papua.

"Sejak awal kami menyadari biaya untuk pembuatan film layar lebar itu sangat mahal, sampai miliaran rupiah. Kami tidak punya uang, kami tidak punya peralatan, kami berangkat dari nol, hanya berbekal tekad dan semangat bahwa torang bisa," ujar Sukris saat ditemui ANTARA di Manokwari.

Berbekal peralatan kamera syuting ala kadarnya, mulai Januari 2022, Sukris bersama kawan-kawannya yang berjumlah sekitar 20-an orang mulai membuat film.

Sesekali, anak-anak muda ini meminjam peralatan kamera video milik Dinas Kominfo Teluk Wondama untuk bisa melakukan syuting film.

"Ketika teman-teman di Kominfo membutuhkan kamera itu, terpaksa kami libur dulu. Saat mereka tidak pakai, kami pinjam lagi untuk syuting," tutur Sukris.

Kondisi itu berlangsung beberapa bulan sehingga timbul perasaan saling meragukan diantara sekelompok anak-anak muda Wasior tersebut.

Suatu ketika Sukris dan rekan-rekannya bertemu dengan Kasdim Persiapan Kodim Teluk Wondama Mayor Kav Edison Hadi Yepese. Selanjutnya, Edison kemudian memfasilitasi Sukris dan rekan-rekannya bertemu dengan Panglima Kodam XVIII/Kasuari Mayjen TNI Gabriel Lema di Manokwari.

"Puji Tuhan bapak Panglima menerima kami dan memberikan suport anak-anak muda yang mau berkarya. Saat bertemu kami, Bapak Panglima sampai menangis terharu karena anak-anak Papua luar biasa, mereka bisa berkarya dalam berbagai keterbatasan yang ada," katanya.


Tanpa skrip, tanpa naskah

Yang unik, seluruh adegan dan peran yang dibawakan oleh para aktor dalam film ini berjalan natural sesuai kebiasaan, dialektika warga asli Papua di Teluk Wondama sehari-hari, tanpa sebuah skrip atau skenario, dan naskah yang baku.

"Kami jalan tanpa skrip, tanpa naskah, semua ada di otak saya. Saya pernah coba buat naskah untuk mereka baca, tapi mereka kaku. Saya sampaikan silakan kalian pakai dengan kamu punya gaya bicara sehari-hari. Akhirnya semua mengalir saja. Sampai di lokasi syuting, saya cukup mengatur, bapak-bapak dan adik-adik dengan gaya mereka sendiri mulai memainkan adegan. Semuanya natural, ternyata mereka bisa," jelas Sukris.

Personel seluruhnya yang terlibat dalam pembuatan film ini berjumlah hampir sekitar 400 orang, sebagian besar merupakan anak-anak muda dan orang tua asli Papua dari Wondama, yaitu marga Tobey, Torey, Marani dan lainnya.

Lokasi syuting film ini kebanyakan berada di wilayah Teluk Wondama seperti di Kampung Yomakan Distrik Rumberpon, Dusner, lokasi air terjun Waki Waterpool. Sebagian lagi syuting dilakukan di Manokwari, Ransiki dan Gunung Botak Kabupaten Manokwari Selatan serta di Rindam Kodam XVIII/Kasuari Manokwari.

Berkat dukungan dari berbagai pihak terutama Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen Gebriel Lema dan jajaran, Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor dan Wabup Andarias Kayukatui serta Diskominfo Teluk Wondama, pembuatan film 'Taklukan Mimpi' dengan durasi 1 jam 50 menit itu saat ini hampir rampung dan siap tayang di berbagai bioskop di Tanah Air.

Sukris mengatakan film ini akan dipersembahkan kepada Presiden Joko Widodo sebagai kado HUT ke-77 RI pada 17 Agustus mendatang.

"Kami tinggal membuat mastering dan memperbaiki audio yang kurang bagus. Permintaan Bapak Panglima agar film ini sebagai kado HUT RI tahun 2022. Mudah-mudahan itu bisa terwujud," harapnya.

Baca juga: Kemenparekraf harap kreator film Garut angkat ciri khas daerah

Baca juga: Apresiasi sineas daerah lewat Family Sunday Movie
Kapendam XVIII/Kasuari Letkol Inf Batara Alex Bulo (ANTARA/Evarianus Supar)


Dukungan Kodam Kasuari

Kepala Penerangan Kodam XVIII/Kasuari Letkol Inf Batara Alex Bulo mengapresiasi kreativitas yang ditunjukkan oleh anak-anak muda Wasior, Teluk Wondama yang bisa memproduksi sebuah film dengan berbagai keterbatasan yang ada.

"Kami jajaran Kodam XVIII/Kasuari tentu sangat bangga dan salut dengan kerja keras, kreativitas, dan inovasi anak-anak muda asli Papua Barat dari Wasior. Mudah-mudahan film ini bisa booming, bisa mengangkat nama Papua Barat, terutama Teluk Wondama, bahwa dalam keterbatasan kita bisa melakukan yang positif, bisa memberi manfaat bagi banyak orang. Ada pesan moral dan unsur edukasi dalam film ini," kata Letkol Batara.

Ia juga mengapresiasi cerita rakyat yang diangkat melalui film 'Taklukan Mimpi' soal keinginan seorang pemuda menjadi prajurit TNI AD.

Letkol Batara mengatakan sangat jarang sebuah film militer menceritakan kisah seorang prajurit bawahan, pada umumnya tentang kisah sukses seorang perwira, entah Letnan, Kapten, Mayor, Kolonel ataupun Jenderal.

Letkol Batara memastikan bahwa Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen Gabriel Lema akan memfasilitasi agar film 'Taklukan Mimpi' tersebut dipersembahkan kepada Presiden Joko Widodo sebagai Kado HUT RI dari Papua Barat.

"Rencananya seperti itu, film ini nanti akan kami persembahkan kepada Bapak Presiden Joko Widodo sebagai kado Ulang Tahun Kemerdekaan RI dan akan dilaunching secara resmi tanggal 17 Agustus 2022," ujarnya.

Masih banyak karya, kreativitas, inovasi dan kearifan lokal para pemuda dan warga Papua pada umumnya di pelbagai sektor yang bisa diangkat ke permukaan menjadi sebuah kebanggaan. Hanya saja dibutuhkan dukungan dari semua pihak untuk membantu mengembangkan semua potensi tersebut agar menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk banyak orang.

Baca juga: Pengamat film: Pemerintah perlu bangun infrastruktur bioskop di daerah

Baca juga: Film olahraga dapat bangkitkan nasionalisme dan promosikan daerah

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022