Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) memperkirakan neraca pembayaran pada 2006 akan mengalami surplus sekitar 3,3 miliar dolar AS, setelah pada 2005 mengalami defisit neraca pembayaran. Perkiraan itu terungkap dalam Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2005 yang diluncurkan oleh BI, di Jakarta, Senin. Laporan tersebut juga menyebutkan, perbaikan di neraca pembayaran itu terutama ditopang oleh membaiknya lalu lintas modal swasta, khususnya untuk penanaman modal langsung sejalan dengan tingginya persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA), implementasi proyek infrastruktur I, proyek kerjasama bilateral perdagangan dan investasi dan masih mendukungnya selisih suku bunga dalam dan luar negeri. Selain itu, perbaikan tersebut juga didukung oleh berkurangnya penempatan aset penduduk di luar negeri serta menurunnya kebutuhan impor BBM pasca kebijakan penyesuaian harga BBM pada 2005. Pada 2005, Indonesia mencatat defisit neraca pembayaran sekitar 385 juta dolar AS yang disebabkan karena perkembangan ekonomi global yang kurang menguntungkan, seperti melonjaknya harga minyak dunia, perlambatan ekonomi dunia dan siklus pengetatan moneter AS. Berdasarkan komponennya, kinerja neraca pembayaran yang menurun antara lain disebabkan oleh penurunan transaksi berjalan ("current account") akibat defisitnya neraca pembayaran transaksi migas, yang menyebabkan penurunan cadangan devisa. Transaksi berjalan untuk non migas yang mengalami peningkatan surplus yang signifikan pun ternyata belum cukup untuk mengimbangi keseluruhan defisit transaksi berjalan migas sehingga surplus transaksi berjalan non migas pun tergerus menjadi 3 miliar dolar AS dari 3,1 dolar AS pada 2004. Surplus neraca pembayaran pada 2006 diyakini akan memperkuat cadangan devisa sehingga pada akhirnya akan dapat semakin mendukung kestabilan nilai rupiah. Cadangan devisa pada akhir 2006 diperkirakan mencapai 36,5 miliar dolar AS atau mencukupi 4,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006