Jakarta (ANTARA) - Dalam menghadapi transisi energi Indonesia 2030-2050, Pemerintah Indonesia dan perusahaan di sektor energi perlu menyiapkan strategi yang tepat dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) sehingga siap mengambil peran yang strategis sebagai penggerak dan pelaksana transisi energi tersebut.

Menurut praktisi SDM di industri energi Dony Indrawan, rencana transisi energi Indonesia akan memberikan dampak yang substansial bagi pengelolaan SDM agar tetap efektif dan relevan sehingga mampu mendorong keberhasilan transisi energi Indonesia sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“Tanpa melakukan perubahan dalam pengelolaan SDM, khususnya SDM energi, proses transisi diperkirakan berjalan lambat dan bauran energi hanya akan menjadi impian dan cita-cita yang semu saja,” ujar Dony Indrawan dalam sharing session virtual bertajuk “Strategi Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Menyambut Transisi Energi Indonesia,” yang diselenggarakan oleh Energy & Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Rabu (3/8/2022) malam.

Dony yang juga psikolog dan praktisi SDM di industri energi selama hampir 25 tahun menjelaskan bahwa rencana dan pelaksanaan transisi energi adalah sebuah keniscayaan bagi Indonesia saat ini dan di masa mendatang.

“Dengan kesenjangan yang semakin tinggi antara kemampuan menyediakan energi yang berasal dari fosil seperti minyak dan gas bumi, serta kebutuhan energi yang semakin bertambah hingga 2030 sampai 2050, Indonesia harus menetapkan posisi yang tepat guna mendorong kesiapan melaksanakan transisi energi ini sedini mungkin dengan membuat strategi yang tepat, termasuk strategi dalam pengelolaan SDM energi,” jelas Dony yang pernah bertugas sebagai praktisi HR di Kantor Pusat Chevron di Texas, Amerika Serikat.

Menurut Dony, minimal ada tiga strategi utama bagi pemerintah untuk menyiapkan SDM yang akan menunjang keberhasilan rencana transisi energi ini. Pertama, melakukan perubahan kebijakan SDM energi yang selaras dengan RUEN. Hal ini berkaitan dengan kebijakan penyiapan dana, infrastruktur, kurikulum, dan penyiapan SDM potensial untuk pengembangan ilmu dan teknologi, termasuk riset-riset dan pemanfaatan praktik terbaik di dunia pendidikan, khususnya yang berfokus pada energi baru dan terbarukan, serta pengembangan pemanfaatan energi fosil yang lebih maju dan ramah lingkungan.

“Energi fosil akan tetap memegang peran penting pada 2050 sehingga perlu strategi pengembangan SDM yang relevan dengan tuntutan green economy serta prinsip Environment, Social, dan Governance (ESG),” ujarnya.

Kedua, mengubah demografi keahlian SDM energi Indonesia. Proses untuk menjadikan seseorang ahli di sektor energi bukanlah proses satu malam sehingga diperlukan data yang akurat untuk menetapkan jumlah kebutuhan ahli/tenaga profesional berdasarkan bidang-bidang keahlian yang dipetakan secara realistis dalam bauran energi Indonesia.

Ketiga, mengubah mindset SDM dalam pemanfaatan energi. Rencana transisi energi dan bauran energi tidak akan berjalan mulus tanpa melakukan perubahan mindset masyarakat secara luas dan para pelaku utama dalam industri atau sektor energi ini. Untuk menunjang perubahan mindset ini, pemerintah sebaiknya mulai terus mengkampanyekan pentingnya pemanfaatan energi fosil yang bijak serta mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan secara berimbang dan juga agresif.

Sementara bagi perusahaan di sektor energi, Dony yang kini berkarier di Pertamina, menjelaskan perlu menyiapkan rencana bisnis yang tepat dan relevan dengan rencana transisi energi dan bauran energi Indonesia, sekaligus menyiapkan strategi yang tepat dalam pengelolaan SDM.

“Agar berhasil, perusahaan harus membuat strategi yang tepat, yaitu pertama, melakukan perubahan kebijakan talent acquisition and development untuk mengimbangi kebutuhan atas talenta yang berubah sejalan dengan transisi energi ini sehingga memperoleh talenta yang sesuai dan unggul,” terang Dony.

Strategi yang kedua, lanjut Dony, adalah mentransformasi program pengembangan dan pelatihan perusahaan sehingga mampu memenuhi kebutuhan bisnis yang akan datang tanpa kehilangan kesempatan untuk terus memperkuat bisnis perusahaan saat ini.

Dony menambahkan perusahaan harus menerapkan strategi ketiga, yaitu menjalankan transisi kebijakan penilaian kinerja dan remunerasi, sehingga akan siap pada waktunya. Bisnis baru bukan berarti tidak menarik dari sisi remunerasi, justru seharusnya bisa menawarkan aspek yang lebih menarik bagi pekerja karena bisnis ini akan menjadi bisnis utama perusahaan di masa mendatang.

”Setiap pekerja yang potensial dan berpeluang menjadi motor penggerak karena keahlian yang mudah ditransformasikan ke dalam bisnis energi baru layak diberikan penawaran yang menarik sehingga merasakan nilai dari keahlian yang sudah dimiliki dan tantangan yang akan dihadapinya,” imbuhnya.

Baca juga: Pengamat: Presidensi G20 momentum tagih komitmen transisi energi

Baca juga: PLN jalin kemitraan dengan USAID untuk percepat transisi energi

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022