Jakarta (ANTARA) - Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas J. Rizal Primana mendorong negara anggota G20 untuk mewujudkan ekosistem blue carbon atau karbon biru secara berkelanjutan karena akan membantu upaya mengurangi dampak perubahan iklim.

Rizal dalam Seminar G20 terkait Blue Carbon bertajuk Enabling Conservation and Financial Capital di Bali, Senin, mengatakan dampak dari penerapan karbon biru berkelanjutan itu akan nampak dalam jangka panjang.

“Dalam jangka panjang, penyerapan dan penyimpanan karbon yang baik dan terjaga akan membantu upaya mengurangi dampak perubahan iklim,” katanya.

Potensi karbon biru di Indonesia mencapai 3.4 Giga Ton (GT) atau sekitar 17 persen dari karbon biru dunia dan sebarannya ada di ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, hutan bakau, padang lamun dan lahan gambut di kawasan pesisir.

Ekosistem pesisir ini dapat membantu penyerapan emisi karbon yang ada di atmosfer dan lautan lalu menyimpannya pada daun, batang, cabang, akar serta sedimen yang mendasari.

Rizal mengatakan tata kelola ruang dan konservasi pesisir di Indonesia menitikberatkan perencanaanya sesuai prinsip berkelanjutan agar ekosistem karbon biru berkontribusi lebih banyak dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

Menurut Rizal, jika pengelolaannya terus dikuatkan dengan adaptasi dan mitigasi menuju ketahanan iklim maka Indonesia pasti berkontribusi lebih banyak dalam penurunan GRK hingga 29 persen secara nasional dan 41 persen secara global hingga 2030.

Oleh sebab itu, ia menegaskan saat ini merupakan momen yang tepat agar ekosistem tersebut menjadi prioritas utama dalam perencanaan tata kelola ruang dan konservasi pesisir di Indonesia maupun global.

Terlebih lagi, mangrove dan padang lamun dapat menyerap dan menyimpan karbon alami atau carbon sink yang sangat besar dalam waktu sangat lama bahkan lebih banyak dari hutan terestrial.

Menjaga kelestarian ekosistem pesisir baik hutan mangrove maupun padang lamun, dapat memberi berbagai manfaat seperti mencegah erosi serta melindungi perumahan warga ketika pasang surut, badai dan banjir ketika menghantam.

Kemudian juga menangkap polutan yang kerap ada di udara dan perairan sekaligus menjadi habitat bagi makhluk hidup yang terkhusus berada di wilayah pesisir.

"Kita harus berpacu juga untuk menjaga dan merehabilitasi ekosistem karbon biru kita yang semakin terdegradasi," tegasnya.

Baca juga: Indonesia-Korea jajaki kerja sama terkait karbon biru

Baca juga: Luhut sampaikan komitmen RI jaga laut dalam UN Ocean Conference 2022

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022