Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengajak semua pihak untuk turut menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang positif dan inflasi yang terkendali saat ini dengan baik, utamanya mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir.

"Kita sudah pada posisi on the track. Kalau kita mampu pertahankan, maka pertumbuhan ekonomi akan lebih baik lagi. Di sini pemerintah hadir untuk mendorong dunia usaha agar menciptakan lapangan kerja," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2022 mencapai 5,44 persen (yoy). Demikian inflasi Indonesia pada triwulan II yang tercatat sebesar 4,35 persen.

Bahlil mengungkapkan, angka inflasi di pada pemerintahan Presiden Joko Widodo selama tujuh tahun terakhir tercatat terkendali jika dibandingkan dengan masa pemerintahan pascareformasi sebelumnya. Rata-rata inflasi pada era pemerintahan B.J. Habibie sebesar 2,00 persen, Abdurrahman Wahid 10,96 persen, Megawati Soekarnoputri 7,18 persen, Susilo Bambang Yudhoyono 7,52 persen, dan Joko Widodo 2,77 persen.

Jika dibandingkan dengan perkembangan inflasi di negara G20 seperti Australia (5,1 persen), Korea Selatan (6,0 persen), India (7,01 persen), Jerman (7,6 persen), Amerika Serikat (7,6 persen), Inggris (9,1 persen), Turki (78,6 persen), dan Brasil (11,89 persen), maka Indonesia dalam kondisi yang lebih stabil. Begitu pula jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura (6,68 persen), Thailand (7,66 persen), Laos (23,6 persen), Myanmar (17,3 persen), Kamboja (7,2 persen), dan Filipina (6,1 persen).

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,51 persen (yoy) dan memberikan andil sebesar 2,92 persen pada pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022. Konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi tertinggi ini memiliki kaitan erat dengan daya beli masyarakat yang timbul dengan adanya kepastian pendapatan dan ketersediaan lapangan pekerjaan.

"Presiden memerintahkan agar investasi tidak hanya fokus pada teknologi tinggi saja, tetapi juga investasi padat karya untuk menciptakan lapangan kerja. Investasi naik, lapangan pekerjaan juga naik. Jadi imbang," imbuh Bahlil. Pada triwulan II 2022, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus sebesar 15,5 miliar dolar AS dengan ekspor yang meningkat 19,7 persen.

Ada pun sejak triwulan I 2020, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus dan terus meningkat hingga triwulan II 2022. Hal ini, menurut Bahlil, merupakan dampak positif dari hilirisasi sumber daya alam yang terus didorong pemerintah saat ini. "Sekarang ekspor kita tidak hanya mengandalkan bahan baku. Hilirisasi terjadi. Transformasi itu ujungnya memberikan nilai tambah. Kita sudah bisa lihat hasilnya," ucapnya.

Lebih lanjut, Bahlil juga menjelaskan kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi berdasarkan lapangan usaha yaitu sektor industri pengolahan sebesar 0,82 persen terhadap 5,44 persen. Industri pengolahan yang dimaksud tersebut mencakup industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya; serta industri makanan dan minuman yang juga tercatat memiliki kontribusi besar terhadap pencapaian realisasi investasi triwulan II 2022 yang telah dirilis oleh Kementerian Investasi/BKPM pada 20 Juli 2022.

Total realisasi investasi sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya yaitu sebesar Rp48,2 triliun atau 15,9 persen; sedangkan industri makanan dan minuman sebesar Rp22,4 triliun atau 7,4 persen dari total capaian realisasi Rp302,2 triliun pada triwulan II 2022.

Baca juga: Bappenas: RI harus tumbuh 6 persen per tahun untuk capai Visi 2045

Baca juga: Bahlil optimis pertumbuhan ekonomi 2022 di atas 5 persen
 

   

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022