Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Thaher Saimima berharap uji materil terhadap UU No 22 Tahun 2004 tentang KY yang diajukan oleh 31 hakim agung tidak mengganggu proses rekonsiliasi antara KY dan Mahkamah Agung (MA). "Kita masih yakin rekonsiliasi itu penting, bagaimana pun juga ini untuk kepentingan dua lembaga dan kepentingan rakyat. Kita harap proses uji materil tidak akan ganggu proses rekonsiliasi," kata Thaher di Gedung KY, Jakarta, Kamis. Ia menambahkan hal-hal yang sudah disepakati dalam masing-masing UU KY dan MA sebaiknya dilaksanakan oleh kedua lembaga. Namun, aturan yang masih dalam wilayah "abu-abu" sebaiknya dibicarakan bersama seperti misalnya tentang putusan pengadilan. Pihak MA, lanjut dia, masih mempersoalkan mengapa KY harus melihat putusan pengadilan dalam memeriksa seorang hakim. Padahal, putusan hakim bagi KY hanyalah petunjuk untuk memahami persoalan dalam memeriksa hakim. "Kita hanya melihat putusan sebagai petunjuk. Kita tidak pernah mengeksaminasi putusan seorang hakim," ujarnya. Pada Selasa 14 Maret 2006, Mahkamah Konstitusi telah menyidangkan uji materil terhadap UU KY yang diajukan oleh 31 hakim agung. Pada sidang pertama tersebut, majelis hakim konstitusi meminta kuasa hukum 31 hakim agung untuk memperbaiki permohonan mereka. Thaher menyatakan kesiapannya apabila MK memanggil KY untuk memberi keterangan dalam sidang uji materil tersebut sebagai pihak terkait. Ia menambahkan bagaimana pun juga mengajukan uji materil adalah hak konstitusional para hakim agung. Namun, Thaher menganggap langkah uji materil yang ditempuh hakim agung itu sebagai bukti ketidaksiapan MA untuk mereformasi peradilan dan juga menunjukkan tidak ada keinginan dari MA untuk mereformasi peradilan. "Mungkin para hakim agung tertekan dengan keberadaan KY seperti yang sering disampaikan Ketua MA dalam berbagai kesempatan," ujarnya. Ia menambahkan reformasi peradilan tidak hanya persoalan peradilan satu atap, tetapi juga kebutuhan adanya lembaga pengawas seperti KY. Secara terpisah, Anggota KY Soekotjo Soeparto mengatakan KY tidak sepakat dengan usul tim mediasi hubungan MA dan KY yang dimotori oleh Mas Ahmad Santosa dari lembaga kemitraan untuk membawa materi yang terdapat dalam Perppu yang diajukan KY dan yang terdapat dalam uji materil yang diajukan para hakim agung ke wilayah politik. "Itu adalah dua hal yang berbeda. Perppu adalah wewenang presiden dan KY telah menempuh jalan itu. KY tetap bersikap untuk mengambil jalan yang telah ditempuh," ujarnya. Sampai saat ini, lanjut Soekotjo, KY belum menerima perkembangan dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra tentang Perppu UU KY. "Terakhir kami bertemu, dijanjikan akan dikabari dalam dua minggu lagi. Mudah-mudahan saja dalam waktu dekat ini kami mendapat kabar," demikian Soekotjo.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006